Kamis, 01 Juli 2010

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI

PRAKTIKUM I
A. JUDUL
Sterilisasi dengan Pembakaran
B. TUJUAN
Setelah mempelajari laporan ini mahasiswa dapat mengetahui cara sterilisasi berbagai alat dengan pembakaran.
C. DASAR TEORI
Pemijaran langsung digunakan untuk mensterilkan spatula logam, batang gelas, filter logam bekerfield dan filter bakteri lainnya. Mulut botol, vial, dan labu ukur, gunting, jarum logam dan kawat, dan alat-alat lain yang tidak hancur dengan pemijaran langsung. Papan salep, lumping dan alu dapat disterilisasi dengan metode ini. Dalam semua kasus bagian yang paling kuat 20 detik. Dalam keadaan darurat ampul dapat disterilisasi dengan memposisikan bagian leher ampul kearah bawah lubang kawat keranjang dan dipijarkan langsung dengan api dengan hati-hati. Setelah pendinginan, ampul harus segera diisi dan disegel.

D. ALAT DAN BAHAN
1. Jarum ose
2. Tabung reaksi
3. Lampu Bunsen
4. Korek api
5. Media padat dalam cawan Petri

E. LANGKAH KERJA
1. Menyalakan lampu Bunsen dan mengatur nyala apinya secara maksimal.
2. Untuk sterilisasi jarum ose. Mengambil jarum ose kemudian melakukan pembakaran dengan api Bunsen mulai dari bagian pangkal kawat ose secara perlahan menuju ke ujung kawat jarum ose. Pembakaran jarum ose dilakukan sampai kawatnya merah membara. Jarum ose yang dibakar dibiarkan dingin, selanjutnya siap digunakan untuk mengambil/ menginokulasi mikrobia.
3. Untuk sterilisasi mulut tabung reaksi. Membuka sumbat kapas kemudian melewatkan mulut tabung pada api. Hal ini dilakukan sebelum dan setelah mengambil/menginokulasi biakan. Menutup kembali mulut tabung dengan kapas.
4. Untuk sterilisasi cawan petri. Sebelum cawan petri dibuka untuk diinokulasi maupun cawan petri ditutup setelah diinokulasi, tepi cawan dilewatkan di api Bunsen.

F. HASIL PENGAMATAN
Alat yang digunakan telah disterilkan terlebih dahulu. Pada saat penggunaan alat ini sudah dalam keadaan steril.

G. PEMBAHASAN
Sterilisasi dan penyiapan media adalah salah satu proses yang sangat penting dalam penelitian tentang mikroorganisme. Sebab kedua factor ini adalah kunci utama kesuksesan dalam tahap pengamatan. Kita ketahui bahwa dialam semesta ini banyak sekali bertebaran mikroorganisme, mereka hampir terdapat disemua tempat. Tidak heran jika kita bisa terkontaminasi dimana saja, meskipun kita menganggap tempat tersebut sudah steril.
Dalam proses praktikum sebelum kita menuju kepersiapan media, maka yang harus kita lakukan lebih dahulu adalah sterilisasi. Sterilisasi ini berlaku dimana saja terutama yang berkaitan dengan kesehatan dan mikroorganisme. Dalam pelaksanaan operasi dalam dunia kedokteran, semua alat yang akan digunakan disterilisasi terlebih dahulu. Tujuanya agar alat-alat tersebut benar-benar steril dan bersih dari mikroorganisme yang membahayakan, terutama bagi pasien yang akan dioperasi.
Sterilisasi yang kita lakukan dalam pengamatan ini ditujukan agar alat-alat tersebut steril dari mikroorganisme lain yang akan menjadi kontaminan bagi mikroba yang akan kita tumbuhkan. Sterilisasi yang kita lakukan adalah sterilisasi dengan pembakaran. Sterilisasi ini selain bertujuan untuk menjaga mutu kebersihan dan pengamatan dilaboratorium juga bertujuan untuk menjaga agar mikroba yang akan kita amati adalah benar-benar mikroba yang kita inginkan.
Masalah yang sering kita hadapi dalam laboratorium adalah tingkat kesterilan alat-alat yang akan digunakan, bahkan yang lebih parah lagi adalah alat yang akan digunakan untuk mensterilkan benda-benda tersebut juga malah tidak berfungsi dengan baik. Sehingga dalam hal ini akan memacu tingkat kegagalan dalam pengamatan.
Seperti yang telah dikemukakan diatas tadi bahwa sterilisasi yang dipakai pada praktikum ini adalah sterilisasi dengan pembakaran dengan tujuan mengetahui cara sterilisasi berbagai alat dengan pembakaran. Pada praktikum ini terlebih dahulu yang di lakukan adalah menyalakan lampu Bunsen dan mengatur nyala api secara maksimal. Kemudian setelah itu, ambil jarum ose yang telah tersediah kemudian lakukan pembakaran dengan api Bunsen mulai dari bagian pangkal kawat ose secara parlahan menuju ke ujung kawat jarum ose. Pembakaran ini dilakukan sampai jarum osenya merah membara. Setelah itu dinginkan jarum ose, selanjutnya jarum ose siap di gunakan untuk mengambil / menginokulasi bakteri. Tujuan untuk mendinginkan jarum ose yaitu agar mikroba yang kita ambil tidak mati dengan jarum ose yang panas. Sehingga itu di perlukan jarum ose yang sudah dingin. Kemudian untuk mensterilisasi mulut tabung reaksi, buka sumbat kapas kemudian lewatkan mulut tabung pada api. Hal ini dilakukan sebelum dan setelah mengambil / menginokulasikan biakan. Kemudian tutup kembali mulut tabung dengan kapas. Kemudian untuk sterilisasi cawan petrik, sebelum cawan Petri dibuka untuk diinokulasi maupun cawan petrin ditutup setelah inokulasi, tepi cawan dilewatkan di api bunsen. Keberhasilan dalam pengamatan mikroba ini sangat bergantung pada bagaimana kita mensterilakan alat, dan bagaimana komposisi media yang kita buat. Sebab komposisi media juga menentukan tingkat keberhasilan mikroba tersebut tumbuh dalam media. Sehingga kedua hal ini harus benar-benar diperhatikan ketika kita akan membiakkan mikroba didalam laboratorium, sebab jika terkontaminasi sedikit saja, maka kemungkinan gagal akan angat besar.
Tehnik pembakaran langsung merupakan tehnik sterilisasi yang tercepat dan 100 % efektif. Kelemahan tehnik ini terbatas penggunaannya. Caranya adalah dengan membakar peralatan sampai pijar. Proses ini di laboratorium untuk mensterilkan alat penamaan bakteri ( ose, tugal ), mulut tabung reaksi sewaktu membuat kultur, dan lain-lain. Prosedur ini sangat efektif membunuh bentuk spora maupun toksin yang dihasilkan oleh bakteri.
Peralatan laboratorium yang dapat disterilkan dengan cara pembakaran langsung hanya alat-alat yang terbuat dari logam dan kaca. Pembakaran langsung dapat juga dilakukan terhadap bangakai binatang percobaan yang telah mati. Tehnik ini ini dapat digunakan untuk mensterilkan bahan-bahan terbuat dari karet, plastik, kertas, dan media mikrobiologis.
H. KESIMPULAN
Metode sterilisasi yaitu :
Pemanasan kering
Prinsipnya adalah protein mikroba pertama-tama akan mengalami dehidrasi sampai kering. Selanjutnya teroksidasi oleh oksigen dari udara sehingga menyebabkan mikrobanya mati.
- Pemijaran langsung
Digunakan untuk sterilisasi alat logam, bahan yang terbuat dari porselen, tidak cocok untuk alat yang berlekuk karena pemanasannya tidak rata. Suhu yang digunakan 500-600oC dalam waktu beberapa detik, untuk alat logam sampai berpijar.
I. JAWABAN PERTANYAAN
1. Mengapa semua alat di atas harus dilewatkan pada api Bunsen?
Jawaban :
sterilisasi dalam mikrobiologi merupakan pembebasan tiap benda atau substansi dari semua kehidupan dalam bentuk apapun.
Semua alat yang digunakan pada saat akan melakukan sterilisasi harus dilewatkan pada api bunsen, agar alat yang akan dipakai dalam keadaan steril. Prosedur ini sangat efektif membunuh bentuk spora maupun toksin yang dihasilkan oleh bakteri.



J. DAFTAR PUSTAKA
Lay. B. W. 1994. Analisis Mikrobiologi da Laboraorium. Raja Grafindo Persada. Jakarta
Muhiddin, 2007. Penuntun Praktikum Mikrobiologi. Laboratorium Biologi FMIPA Universitas Haluoleo. Kendari
Pelczar, Michael J. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi. UI Press. Jakarta
Waluyo. 2005. Mikrobiologi Umum. UMPress. Malang
Wesley & Wheeler. 1993. Mikrobiologi Dasar jilid I. Erlangga. Jakarta
Diposkan oleh warna di 01:54























PRAKTIKUM II
A. JUDUL
STERILISASI DENGAN PANAS KERING ( OVEN )
B. TUJUAN
Setelah mahasiswa mempelajari laporan ini mahasiswa dapat mengetahui berbagai cara sterilisasi berbagai alat dengan panas kering.
C. DASAR TEORI
Sterilisasi panas kering
Prinsip kerja.
Prinsip membunuh kuman dengan panas kering adalah menyebabkan denaturasi protein dan efek toksik akibat kenaikan kadar elektrolit. Cara kerja dari panas tersebut adalah bahwa panas akan membunuh mikroba karena mendenaturasi protein, terutama enzim-enzim dan membran sel. Panas kering membunuh bakteri karena oksidasi-oksidasi komponen sel.cara yang dapat dilakukan adalah dengan pembakan dengan oksidasi. Cara ini dapat dipakai bila selama strerilisasi dengan bahan kimia tidak akan berubah akibat temperature tinggi atau tekanan tinggi. Cara membunuh mikroba ini dengan memakai panas (thermal kill ) daya bunuh panas kering tidak sebaik panas basah . bila biakan mikroba dimasukkan dalam air mendidih akan cepat mati dibandingkan dengan dipanasi secara kering.
Sterilisasi dengan panas kering kurang efisien dari sterilisasi panas basah dan membutuhkan waktu lama dan suhu yang lebih tinggi tertentu. Waktu dan suhu tersebut harus ditentukan untuk tiap jenis bahan yang disterilkan itu. Faktor keamanan biasanya ditambahkan untuk memungkinkan untuk variabel-variabel yang mempengaruhi efisiensi metode sterilisasi. Kelembaban lingkungan sterilisasi serta kelembaban organisme sebelum panas tampaknya mempengaruhi efisiensi sterilisasi panas kering. Suhu tinggi dan waktu yang lebih singkat dapat digunakan untuk bahan tahan panas beban.
Bahan yang karena karakteristik fisikanya tidak dapat disterilisasi dengan uap destilasi dalam udara panas-oven. Yang termasuk dalam bahan ini adalah minyak lemak, paraffin, petrolatum cair, gliserin, propilen glikol. Serbuk steril seperti talk, kaolin dan ZnO, dan beberapa obat yang lain.
Sebagai tambahan sterilisasi panas kering adalah metode yang paling efektif untuk alat-alat gelas dan banyak alat-alat bedah.
Ini harus ditekankan bahwa minyak lemak, petrolatum, serbuk kering dan bahan yang sama tidak dapat disterilisasi dalam autoklaf. Salah satu elemen penting dalam sterilisasi dengan menggunakan uap autoklaf. Atau dengan adanya lembab dan penembusannya ke dalam bahan yang telah disterilkan. Sebagai contoh, organisme pembentuk spora dalam medium anhidrat tidak dibunuh oleh suhu sampai 121o C (suhu yang biasanya digunakan dalam autoklaf bahkan setelah pemanasan sampai 45 menit). Untik alasan ini, autoklaf merupakan metode yang tidak cocok untuk mensterilkan minyak, produk yang dibuat dengan basis minyak, atau bahan-bahan lain yang mempunyai sedikit lembab atau tidak sama sekali.
D. ALAT DAN BAHAN
1. Cawan petri
2. Tabung reaksi
3. Pipet ukur
4. Kapas
5. Kertas bungkus
6. Benang
7. Oven
E. LANGKAH KERJA
1. Menangkupkan cawan petri bagian bawah dan tutupnya, kemudian dibungkus dengan kertas dan disusun cawan petri ( 5-10 ) buah dan diikat dengan benang.
2. Menganbil tabung reaksi yang masing-masing ditutup dengan kapas , beberapa tabung ( 5-10 tabung ) diikat jadi satu dan dibungkus kertas kemudian diikat kembali.
3. Pipet ukur ujung atas di beri sedikit sumbat kapas ( agak longgar ) kemudian dibungkus dengan kertas dan diikat.
4. Semua alat tersebut masukkan ke dalam oven.
5. Menyalakan oven pada suhu 175 ˚C. Dilakukan selama 24 jam.
6. Setelah selesai pemanasan, semua peralatan didinginkan dan pada hari berikutnya dan pada hari berikutnya siap dipakai.
7.
F. HASIL PENGAMATAN
Alat-alat yang telah digunakan telah disterilkan lebi dahulu. Sehingga alat sudah siap untuk dipakai
G. PEMBAHASAN
 Pemanasan Kering
Udara Panas Oven
Bahan yang karena karakteristik fisikanya tidak dapat disterilisasi dengan uap destilasi dalam udara panas-oven. Yang termasuk dalam bahan ini adalah minyak lemak, paraffin, petrolatum cair, gliserin, propilen glikol. Serbuk steril seperti talk, kaolin dan ZnO, dan beberapa obat yang lain. Sebagai tambahan sterilisasi panas kering adalah metode yang paling efektif untuk alat-alat gelas dan banyak alat-alat bedah.
Ini harus ditekankan bahwa minyak lemak, petrolatum, serbuk kering dan bahan yang sama tidak dapat disterilisasi dalam autoklaf. Salah satu elemen penting dalam sterilisasi dengan menggunakan uap autoklaf. Atau dengan adanya lembab dan penembusannya ke dalam bahan yang telah disterilkan. Sebagai contoh, organisme pembentuk spora dalam medium anhidrat tidak dibunuh oleh suhu sampai 121o C (suhu yang biasanya digunakan dalam autoklaf bahkan setelah pemanasan sampai 45 menit). Untik alasan ini, autoklaf merupakan metode yang tidak cocok untuk mensterilkan minyak, produk yang dibuat dengan basis minyak, atau bahan-bahan lain yang mempunyai sedikit lembab atau tidak sama sekali.
Selama pemanasan kering, mikroorganisme dibunuh oleh proses oksidasi. Ini berlawanan dengan penyebab kematian oleh koagulasi protein pada sel bakteri yang terjadi dengan sterilisasi uap panas. Pada umumnya suhu yang lebih tinggi dan waktu pemaparan yang dibutuhkan saat proses dilakukan dengan uap di bawah tekanan. Saat sterilisasi di bawah uap panas dipaparkan pada suhu 121°C selama 12 menit adalah efektif. Sterilisasi panas kering membutuhkan pemaparan pada suhu 150°C sampai 170°C selama 1-4 jam.
Suhu yang biasa digunakan pada sterilisasi panas kering 160°C paling cepat 1 jam, tapi lebih baik 2 jam. Suhu ini digunakan secara khusus untuk sterilisasi minyak lemak atau cairan anhidrat lainnya. Bagaimanapun juga range 150-170°C digunakan untuk streilisasi panas kering dan lain-lain, sebagai contoh : bahan-bahan gelas, dapat disterilkan pada suhu 170oC. dimana beberapa serbuk seperti sulfonilamid harus disterilkan pada suhu rendah dan waktu yang lebih lama.
Secara umum, panas kering digunakan untuk sterilisasi bahan – bahan melalui proses pengabuan dari mikroorganisme. Proses ini merupakan kelanjutan atau sekumpulan proses yang dilakukan dalam sebuah oven dengan temperatur sekelilingnya 170°C untuk sterilisasi atau 250°C untuk depirogenisasi. Panas kering digunakan untuk sterilisasi/depirogenisasi alat-alat gelas yang akan digunakan untuk proses produksi secara aseptik. Suhu yang digunakan ini, terlalu tinggi untuk wadah-wadah plastik. Sama seperti sterilisasi uap air, prosesnya dapat diprediksi dan hasilnya dapat dikontrol. Sterilisasi panas kering biasa digunakan untuk depirogenisasi alat-alat gelas dan bahan-bahan lain yang memiliki kemampuan bertahan pada suhu yang digunakan. Secara umum, validasi untuk alur depirogenisasi untuk proses panas kering selalu termasuk proses sterilisasinya.
Panas kering pada temperatur lebih 160oC efektif menghancurkan mikroorganisme hidup dengan sebuah proses kehilangan kelembaban secara inversible. Proses ini berjalan relatif lambat, mengisyaratkan sedikitnya 1 jam pada suhu 160oC tetapi lebih cepat pada temperatur yang tinggi. Panas kering ini sering merugikan beberapa produk.
Penerapan panas dengan keberadaan lembab lebih fektif untuk pembunuhan mikroorganisme diisyaratkan 15 menit pada suhu 121oC.
Beberapa bahan yang tidak dapat disterilkan dengan uap, paling baik disterilkan dengan panas kering,. Misalnya petrolatum jelly, minyak mineral, lilin, wax, serbuk talk. Karena panas kering kurang efisien dibanding panas lembab, pemaparan lama dan temperatur tinggi dibutuhkan. Range luas waktu inaktivasi dalam temperatur bervariasi telah diterapkan berdasarkan tipe indikator steril yang digunakan, kondisi kelembaban dan faktor lain. Jumlah air dalam sel mikroba diketahui mempengaruhi resistensinya terhadap destruksi panas kering. Umumnya, ini diterima bahwa sel mikroba dalam daerah yang betul-betul kering menunjukkan resistensi terhadap inaktivasi panas kering. Ini jelas bahwa perhatian harus diberi untuk mendisain siklus sterilisasi panas kering untuk produk-produk rumah sakit dan validasi sistematis sterilisasi dengan metode sterilisasi standar.
Oven digunakan untuk sterilisasi panas kering biasanya secara panas dikontrol dan mungkin gas atau elektrik gas.
Beberapa waktu dan suhu yang umum digunakan pada oven :
• 170°C (340 F) sampai 1 jam
• 160°C (320 F) sampai 2 jam
• 150°C (300 F) sampai 2,5 jam
• 140°C (285 F) sampai 3 jam





















H. KESIMPULAN
Metode sterilisasi yaitu :
Pemanasan kering
Prinsipnya adalah protein mikroba pertama-tama akan mengalami dehidrasi sampai kering. Selanjutnya teroksidasi oleh oksigen dari udara sehingga menyebabkan mikrobanya mati.
- Udara panas oven
Digunakan untuk sterilisasi alat gelas yang tidak berskala, alat bedah, minyak lemak, parafin, petrolatum, serbuk stabil seperti talk, kaolin, ZnO. Suhu sterilisasi yang digunakan adalah 170¬¬¬¬¬¬¬oC selama 1 jam, 160¬¬¬¬¬¬¬oC selama 2 jam, 150¬¬¬¬¬¬¬oC selam 3 jam.

I. JAWABAN PERTANYAAN
1. Alat- alat lain yang bisa disterilkan dengan panas kering :
• Sterilisasi alat logam, bahan yang terbuat dari porselen, digunakan pada metode pemijaran langsung.. Suhu yang digunakan 500-600oC dalam waktu beberapa detik, untuk alat logam sampai berpijar.
• sterilisasi alat bedah seperti gunting bedah sebagai lubrikan menjaga ketajaman alat, bahan kimia stabil dalam ampul. Ini digunakan pada metode minyak dan penangas lain. Bahan atau alat dicelupkan dalam penangas dicelupkan dalam penangas yang berisi minyak mineral pada suhu 160¬¬¬¬¬¬¬oC. Larutan natrium atau amonium klorida jenuh dapat digunakan pula sebagai pengganti minyak mineral.
2. Media agar tidak bisa disterilisasi dengan panas kering, sebab sterilisasi panas kering hanya berlaku untuk peralatan laboratorium serta materi-materi lain yang berbentuk powder dan minyak. Adapun alat-alat yang akan disterilkan ditempatkan dalam oven dimana suhunya dapat mencapai 1600C-1800C. sedangkan media agar dapat membeku pada suhu 450C.



J. DAFTAR PUSTAKA
Scoville’s : The Art of Compounding, Glenn L. Jenkins et.all., 1957, New York : MC-Graw Hill Book Companies.
Pharmaceutical Technology, Eugene L. Parrott, 1974, Minneapolis : Burgess Publishing Company.
Teori dan Praktek Farmasi Industri (terjemahan), Leon Lachmann et.all., 1998, jakarta : UI-Press.
Remington’s Pharmaceutical Sciences 18 th Edition, A.R. Gennaro, 1990, Pennsylvania :Mack Publishing Company.
Parenteral Manual Technology, Michael J. groves, 1988, USA : Interpharm Press Inc.
Validation of Pharmaceutical Processes (electronic version), James Agalloco, 2008, USA : Informa Healthcare Inc.



















PRAKTIKUM III
A. Judul Praktikum:
STERILISASI DENGAN PANAS BASAH BERTEKANAN TINGGI (AUTOKLAF )
B. Tujuan Praktikum :
Mengetahui berbagai cara sterilisasi bahan / media pertumbuhan mikroorganisme
C. Dasar teori
Sterilisasi merupakan suatu proses yang bertujuan untuk menghilangkan dan membebaskan semua alat dan media dari gangguan organisme mikrobia, termasuk virus, bakteria dan spora dan fungi beserta sporanya. Sterilisasi merupakan suatu metode atau cara yang digunakan untuk mengeliminasi semua mikroorganisme. Semua bahan dan alat dalam media kultur maupun dalam kegiatan praktikum harus dalam keadaan steril. Termasuk dengan media yang penting dalam kultur dan juga alat-alat yang menunjang seperti pipet, tabung, jarum inokulasi dan peralatan lainnya serta area kerja.
Sterilisasi umumnya dilakukan menggunakan autoklaf untuk yang menggunakan panas bertekanan tinggi. Cara ini paling baik karena suhu yang dicapainya tinggi dan air untuk koagulasi protein banyak. Dengan alat ini besarnya tekanan uap air yang diperlukan dapat di atur. Makin besar tekanan uap airnya, makin tinggi pula suhu yang di capainya. Lamanya pemanasan bergantung pada tekanan uap yang dipergunakan, serta besar dan macamnya benda yang akan diseterilkan.
Autoklaf serupa tangki minyak yang dapat di isi dengan uap air. Dalam otoklaf, yang mensterilkannya adalah panas basah, bukan tekanannya. Oleh karena itu setelah air di dalam tangki mendidih dan mulai terbentuk uap air, maka uap air ini akan mengalir ke ruang pensteril guna mendesak keluar semua udara di dalamnya. Pada tekanan uap 2 atmosfer di mana suhu yang dicapai 120°C, lama pemanasannya cukup selama 10-20 menit. Dengan cara ini, baik bentuk vegetatif maupun spora akan mati, sehingga mencapai steril sempurna.


D. Alat Dan Bahan :
1. autoklaf
2. Media potato Dextose Agar ( PDA ) atau Nutrien Agar ( NA) dalam Erlenmeyer.
3. Cawan petri steril
4. inkubator.

E. Prosedur kerja
1. Menutup Erlenmeyer yang berisi PDA atau NA dengan kapas.







2. Mengisi autoklaf dengan akuades sampai permukaan air dibawah ansang / keranjang autoklaf.





3. Menyambungkan autoklaf dengan sumber listrik dan nyalakan autoklaf.









4. Memasukkan Erlenmeyer yang telah berisi PDA atau NA ke dalam angsang / keranjang autoklaf.






5. Menutup autoklaf dan kencangkan penutupnya dengan kuat.
6. Mengatur suhu, waktu dan tekanan yan g diperlukan untuk sterilisasi . Sterilisasi umumnya dilakukan pada 120 derajat celcius dan tekanan 15 pounds selama 15 menit.







7. Setelah sterilisasi berakhir , membuka tutup autoklaf dan mengambil media yang telah diseterilkan dan di tuang pada cawan petri steril, selanjutnya diinkubasi pada incubator.
F. Hasil Pengamatan
Alat – alat yang telah di sterilkan dengan panas bertekanan tinggi yang menggunakan alat Autoklaf telah dapat dipakai dalam praktikum mengenai bahan makanan yang akan di uji coba apakah makanan tersebut mengandung mikroba atau tidak. Dan alat ini di gunakan untuk proses sterilisasi air mineral untuk membunuh kuman atau mikroba yang ada dalam air mineral.alat yang telah digunakan telah disterilkan terlebih dahulu sehingga siap untuk dipakai.



G.Pembahasan
Sterilisasi umumnya dilakukan menggunakan autoklaf untuk yang menggunakan panas bertekanan. Cara ini paling baik karena suhu yang dicapainya tinggi dan air untuk koagulasi protein banyak. Dengan alat ini besarnya tekanan uap air yang diperlukan dapat di atur. Makin besar tekanan uap airnya, makin tinggi pula suhu yang di capainya. Lamanya pemanasan bergantung pada tekanan uap yang dipergunakan, serta besar dan macamnya benda yang akan diseterilkan.
Dalam otoklaf, yang mensterilkannya adalah panas basah, bukan tekanannya. Oleh karena itu setelah air di dalam tangki mendidih dan mulai terbentuk uap air, maka uap air ini akan mengalir ke ruang pensteril guna mendesak keluar semua udara di dalamnya. Pada tekanan uap 2 atmosfer di mana suhu yang dicapai 120°C, lama pemanasannya cukup selama 10-20 menit. Dengan cara ini, baik bentuk vegetatif maupun spora akan mati, sehingga mencapai steril sempurna.
H. Kesimpulan
Dengan alat ini besarnya tekanan uap air yang diperlukan dapat di atur. Makin besar tekanan uap airnya, makin tinggi pula suhu yang di capainya. Lamanya pemanasan bergantung pada tekanan uap yang dipergunakan, serta besar dan macamnya benda yang akan diseterilkan. Pada tekanan uap 2 atmosfer di mana suhu yang dicapai 120°C, lama pemanasannya cukup selama 10-20 menit. Dengan cara ini, baik bentuk vegetatif maupun spora akan mati, sehingga mencapai steril sempurna.
I. Jawaban Pertanyaan
1. Karena sterilisasi umumnya dilakukan menggunakan autoklaf untuk yang menggunakan panas bertekanan tinggi. Cara ini paling baik karena suhu yang dicapainya tinggi dan air untuk koagulasi protein banyak. Dengan alat ini besarnya tekanan uap air yang diperlukan dapat di atur. Makin besar tekanan uap airnya, makin tinggi pula suhu yang di capainya. Lamanya pemanasan bergantung pada tekanan uap yang dipergunakan, serta besar dan macamnya benda yang akan diseterilkan.Dan dengan cara ini, baik bentuk vegetatif maupun spora akan mati, sehingga mencapai steril sempurna.


J. Daftar Pustaka
Entjang Indan, Dr. 2003. Mikrobiologi dan Parasitologi. CV YRAMA WIDYA, Bandung, Indonesia.
Irianto Koes, Drs. 2007. Mikrobiologi. CV YRAMA WIDYA, Bandung, Indonesia.
http://monographs.iarc.fr/ENG/Monographs/vol60/volume60.pdf

























PRAKTIKUM IV
A. Judul Praktikum
PEMBUATAN MEDIA
B. Tujuan Praktikum :
1) Mengetahui cara – cara membuat media.
2) Mengetahui macam dan kegunaan media.
C. Dasar Teori
Media merupakan suatu bahan yang terdiri dari campuran zat hara (nutrient) yang berguna untuk membiakkan dan pertumbuhan mikroba. Fungsi media antara lain, untuk isolasi, untuk memperbanyak, untuk pengujian sifat-sifat fisiologi, untuk perhitungan jumlah mikroba.
Agar mikroorganisme dapat tumbuh dan berkembang biak di dalam media, diperlukan persyaratan tertentu bagi media, yaitu :
1. Harus mengandung semua unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme.
2. Mempunyai tekanan osmosis, tegangan permukaan, dan pH yang sesuai dengan kebutuhan mikroorganisme.
3. Dalam keadaan steril, artinya sebelum diinokulasi mikroorganisme yang dimaksud, tidak ditumbuhi oleh mikroorganisme yang tidak diinginkan.
Bentuk, dan susunan media ditentukan oleh: senyawa penyusun media, prosentase campuran, dan tujuan pengggunaan.Media dapat digolongkan berdasarkan bentuk, susunan kimia, dan fungsinya. Berdasarkan bentuk atau konsistesinya media terdiri dari :
a. Media padat (solid medium / medium NA), tidak mengandung agen cair
b. Media cair (liquid medium / medium Broth )
c. Media semi padat (semi solid medium), medium cair yang di tambah dengan agar solid yang disebut agar.
Berdasarkan susunan bahan kimianya media dapat digolongkan menjadi :
1. Media sintetik / media siap saji, adalh media yang dibuat dari bahan-bahan yang susunan kimianya diketahui dengan pasti, media inidiproduksi dan dibuat oleh pabrik / industri seperti : Difco, oxoid, dan merck.
2. Media non sintetik / media alami, adalah bahn yang dibuat dari bahan-bahan yang susunan kimianya belum diketahui secara pasti, misalnya bahan-bahan alami seperti, daging, kentang, tauge, dll.
Berdasarkan fungsinya media terdiri dari beberapa jenis, yaitu :
1) Media Pengaya, adalah Media yang ditambah zat-zat tertentu (misalnya : serum, darah, ekstrak tumbuhan) sehingga dapat digunakan untuk menumbuhkan mikroba heterotrof tertentu. Misal : medium buatan loeffler ditambah serum (memiara basil difteri); medium ditambah air tomat untuk menumbuhkan lactobacillus
2) Media Khusus, adalah media untuk menentukan tipe pertumbuhan mikroba dan kemampuannya untuk mengadakan perubahan kimia tertentu.
3) Media Penguji, adalah media dengan susunan tertentu yang digunakan untuk pengujian vitamin-vitamin, asam amino, antibiotik dan sebagainya .
4) Media Selekif, adalah media yang ditambah zat-zat tertentu yang bersifat selektif untuk mencegah pertumbuhan mikroba lain. Misal : Kristal violet menumbuhkan bakteri Gram negatif saja, menghambat bakteri Gram positf.
5) Media Differensial, adalah Media yang ditambah zat kimia tertentu, suatu mikroba membentuk pertumbuhan tertentu, dapat untuk membedakan tipe-tipenya misal : Darah Agar dapat membedakan bakteri hemolitik dan bakteri non hemolitik.
6) Media Perhitungan Mikroba, adalah media yang spesifik untuk perhitungan jumlah mikroba
Media yang umum digunakan adalah Natrium Agar (NA), yang berbahan baku agar. Agar adalah ekstrak dari rumput laut yang merupakan karbohidrat. Kompleks penyusun utamanya adalah galaktosa, tidak mengandung nutrisi. Medium solid membutuhkan agar sekitar 1,5 hingga 1,8 %. Sedangkan konsentrasi kurang dari 1 % dari ketentuan tersebut, akan menjadi medium semi solid. Agar bertindak sebagai agen pemadat yang sangat baik karena pada suhu 1000 C berupa larutan sedangkan pada suhu 400 C memadat. Oleh Karena itu organisme terutama yang patogen dapat dikultivasi pada temperatur 37,50 C atau sedikit lebih tinggi tanpa rasa kuatir medium akan meleleh. Medium solid mempunyai keuntungan karena dapat memadat sehingga dapat ditumbuhi mikroorganisme dengan menggunakan teknik khusus untuk mengisolasi koloni yang berlainan.
D. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Beaker glass
b. Gelas ukur
c. Batang pengaduk
d. Kapas
e. Pembakar
f. Autoklaf
g. Cawan petri
h. Inkubator
i. Erlenmeyer
2. Bahan
a) NA ( Nutrien Agar )
b) Aquades
E. Prosedur Kerja
1. Mengambil media NA secara aseptis di timbang sebanyak 0,42 gr lalu dilarutkan dalam 15 ml aquades.








Memasukkan Na kedalam aquades dan melarutkannya.



2. Memanaskan pada kompor listrik sampai mendidih dan mengaduk secara perlahan – lahan.






3. Setelah larut sempurna kemudian mengangkat dan menuangkan pada Erlenmeyer dan menutup dengan aluminium foil.
4. Mensterilkan dalam autoklaf dengan suhu 120 0 C dengan tekanan 15 pounds selama 15 menit.





5. Menuangkan 15 ml medium ke dalam cawan petri dan pengisian dilakukan sebelum medium dingin dan mengental.






6. Melakukan inkubasi selama 1 x 24 jam.





7. Media dapat di simpan dalam lemari Es dengan di bumgkus dengan aluminium foil sampai diperlukan.
F. Hasil pengamatan
Media dalam bentuk agar dan setalah dinggin media di masukkan ketempat incubator.







Media yang di masukkan ke dalam incubator dan telah dituangkan ke dalam cawan petri
G. Pembahasan
Pembiakan mikroba dalam laboraturium memerlukan medium yang berisi zat hara serta lingkungan pertumbuhan yang sesuai dengan mikroorganisme. Zat hara yang digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhan,sintesis sel, keperluan energi dalam metabolisme, dan pergerakan. Lazimnya, medium biakan berisi air, sumber energi, zat hara sebagai sumber karbon, nitrogen, sulfur, fosfat, oksigen, hidrogen, serta unsur –unsur sekelumit ( trace element ). Dalam bahan dasar medium dapat pula ditambahkan faktor pertumbuhan berupa asam amino, vitamin atau nukleotida.
Medium biakan yang digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme dalam bentuk padat, semi padat,dan cair. Medium padat diperoleh dengan menambahkan agar. Agar bersal dari ganggang merah. Agar digunakan sebagai pemadat karena tidak dapat diuraikan oleh mikrobadan membeku diatas 45o C. Kandungan agar sebagai bahan pemadat dalam medium adalah 1 – 2 %.
Setelah medium biakan disiapkan, harus disterilkan lebih dahulu sebelum digunakan untuk membiakkan mikroba. Bila medium biakan yang disiapkan tidak disterilkan, mikroba pencemar akan tumbuh menyebabkan kekeruhan medium. Adanya mikroba pencemar menyebabkan kita tidak dapat mengetahui apakah perubahan yang terjadi dalam medium disebabkan mikrobe yang tumbuh ataukah oleh mikroba pencemar.
Di laboratorium,sterilisasi medium menggunakan otoklaf dengan tekanan uap air, sehingga suhu dapat mencapai 121o C dan tekanan 15 lbs atau 1 atm selama 15 menit.Cairan yang tidak tahan panas, dapat disterilkan dengan menggunakan berbagai macam saringan. Contoh cairan yang tidak tahan panas adalah urea, berbagai macam karbohidrat, dan serum. Lazimnya, saringan yang digunakan memiliki pori – pori 0,45 μm.
Perbedaan sifat – sifat mikroba terhadap induk semangnya akan berpengaruh terhadap medium apa yang akan dipakai. Berdasarkan pada hal terebut, media terbagi menjadi 2 golongan besar :
a. Media hidup
Media hidup umumnya dipakai dalam Laboratorium Virologi untuk pembiakan berbagai virus, sedangakan dalam laboratorium bakteriologi hanya beberapa kuman tertentu saja, dan terutama pada hewan percobaan. Contoh media hidup adalah hewan percobaan termasuk manusia, telur berembrio, biakan jaringan, dan sel – sel biakan bakteri tertentu untuk penelitian bakteriofage.
b. Media mati
Media mati terbagi menjadi beberapa macam, yakni :
 Berdasarkan susunan kimia
a. Media sintetik
komposisi kimiawi medium diketahui dengan pasti .
contoh : Nutrien Broth ( digunakan untuk menumbuhkan bakteri )
Nutrien Agar ( digunakan untuk menumbuhkan bakteri )
Potato Dextrosa Agar ( digunakan untuk menumbuhkan kapang )
b. Media non sintetik
komposisi kimiawi tidak diketahui dengan pasti.
Contoh : Ekstrak daging, Ekstrak kentang, dan Ekstrak taoge

● Berdasarkan Konsistensinya
a. Media cair (Liquid medium)
digunakan untuk perbanyakan mikroba. Contoh : Nutien Broth
b.Media padat (Solid medium)
Digunakan sebagai pemadat dan melihat morfologi koloni mikroba.
Contoh : Agar
c. Media semi padat (Semi solid medium)
Digunakan untuk uji motilitas mikroba
Contoh : gelatin
 Berdasarkan Fungsinya
a. Media diperkaya
Media yang ditambah zat-zat tertentu (misalnya : serum, darah, ekstrak tumbuhan) sehingga dapat digunakan untuk menumbuhkan mikroba heterotrof tertentu.
Contoh :
- medium buatan loeffler ditambah serum
(memiara basil difteri)
- medium ditambah air tomat untuk
menumbuhkan lactobacillus
b. Media penguji
Media dengan susunan tertentu yang digunakan untuk pengujian vitamin-vitamin, asam amino, antibiotik dan sebagainya.
c. Media Selektif
Media yang ditambah zat-zat tertentu yang bersifat selektif untuk mencegah pertumbuhan mikroba lain.
Contoh : Kristal violet menumbuhkan bakteri Gram negatif saja, menghambat bakteri Gram positif
d. Media Khusus
Media untuk menentukan tipe pertumbuhan mikrobia dan kemampuannya untuk mengadakan perubahan kimia tertentu.
e. Media diferensial
Media yang ditambah zat kimia tertentu, suatu mikrobia membentuk pertumbuhan tertentu, dapat untuk membedakan tipe-tipenya
Contoh : Darah Agar dapat membedakan bakteri hemolitik dan bakteri non hemolitik.
f. Media untuk perhitungan jumlah yang spesifikmenghitung jumlh mikroba
H. Kesimpulan
Media dapat dibagi menjadi beberapa macam, yaitu :
• Berdasarkan susunan kimia
a. Media sintetik
b. Media non sintetik
• Berdasarkan konsistensinya
a. Media cair
b. Media padat
c. Media semi padat
• Berdasarkan fungsinya
a. Media diperkaya
b. Media penguji
c. Media Selektif
d. Media Khusus
e. Media diferensial
f. Media untuk perhitungan jumlah mikroba
I. Jawaban pertanyaan
1.diagram pengolongan media
No Jenis Media Macam media
1 Berdasarkan susunan kimia media anorganik, media organik, media sintetik, media non sintetik (Alami)
2 Berdasarkan konsistensinya media cair, media padat, media semi padat.
3 Berdasarkan fungsinya media diperkaya, media selektif, media diferensial, media penguji, media untuk perhitungan jumlah mikroba.
4 Media umum NA, PDA
5 Media pengaya Mempercpt pertumb yg lain
6 Media selektif SSA, EMBA
7 Media deferensial Agar darah
8 Media penguji menguji antibiotika
9 Media perhitungan umum/selektif
2.contoh susunan media
NA, PDA, SSA, MBA, Agar Darah.
3.NA gram = 10 x 15 x 20
1000
= 3 gram
NA ml = 10 x 15 = 150 m.

























J. Daftar Pustaka
Dwidjoseputro, D. 1993. Dasar-Dasar Mikrobiologi, Penerbit Djambatan, Jakarta
Fardiaz, S., 1992. Mikrobiologi Dasar 1, PT Gramedia, Jakarta
Schlegel,H.G. dan Schmidt, K.1994. Mikrobiologi Umum. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta
Suriawiria, U., 1985. Pengantar Mikrobiologi Umum, Penerbit Angkasa, Bandung
Waluyo,Lud.Drs.M.Kes.2004.Mikrobiologi Umum.Universitas Muhammadiyah Press : Malang.






















PRAKTIKUM V
A. Judul Praktikum:
UJI KUANTITATIF BAKTERI PADA BAHAN MAKANAN DENGAN METODE POUR PLATE
B. Tujuan Praktikum
Untuk mengetahui jumblah bakteri pada bahan makanan dengan metoda pour plate
C. Dasar Teori
Metode cawan tuang sangat mudah dilakukan karena tidak membutuhkan keterampilan khusus dengan hasil biakan yang cukup baik. Metode ini dilakukan dengan mengencerkan sumber isolat yang telah diketahui beratnya ke dalam 9 ml garam fisiologis (NaCl 0.85%) atau larutan buffer fosfat. Larutan ini berperan sebagi penyangga pH agar sel bakteri tidak rusak akibat menurunnya pH lingkungan. Pengenceran dapat dilakukan beberapa kali agar biakan yang didapatkan tidak terlalu padat atau memenuhi cawan (biakan terlalu padat akan mengganggu pengamatan). Sekitar 1 ml suspensi dituang ke dalam cawan petri steril, dilanjutkan dengan menuangkan media penyubur (nutrien agar) steril hangat (40-50oC) kemudian ditutup rapat dan diletakkan dalam inkubator (37oC) selama 1-2 hari.
Penuangan dilakukan secara aseptik atau dalam kondisi steril agar tidak terjdi kontaminasi atau tumbuh atau masuknya organisme yang tidak diinginkan (di laboratorium, kontaminasi biasanya terjadi akibat tumbuhnya kapang, seperti Penicilium dalam biakan). Media yang dituang hendaknya tidak terlalu panas, karena selain mengganggu proses penuangan (media panas sebabkan tangan jadi panas juga), media panas masih mengeluarkan uap yang akan menempel pada cawan penutup, sehingga mengganggu proses pengamatan. pada metode ini, koloni akan tumbuh di dalam media agar. Kultur diletakkan terbalik, dimasukkan di dalam plastik dengan diikat kuat kemudian diletakkan dalam incubator.
Pada metode pour plate volume kultur sebanyak 0,1-1,0 ml diambil dan dimasukkan kedalam cawan petri steril. Kemudian ditambahkan media agar cair dan dilakukan pencampuran antara kultur dan media dengan memutar cawan petri secara pelan pada permukaan yang rata. Karena sampel dicampur dengan media agar cair maka volume kultur yang digunakan dapat lebih tinggi dibanding dengan metode spread plate. Pada pengujian dengan metode pour plate, kultur/sampel mikroba yang digunakan harus dapat bertahan hidup pada saat media agar dengan suhu sekitar 45 0C ditambahkan. Didalam penggunaan metode spread plate dan pour plate sangat penting jika jumlah koloni yang tumbuh pada media agar tidak terlalu banyak, karena pada petri yang ditumbuhi koloni yang banyak, beberapa sel tidak dalam bentuk koloni tunggal sehingga dapat menimbulkan perhitungan yang salah. Jumlah koloni yang sangat sedikit juga tidak diharapkan karena secara statistik keakuratan hasil perhitungan jumlah koloni ini sangat rendah. Dalam penerapannya, secara statistik yang paling baik adalah menghitung jumlah koloni hanya jika pada media agar terdapat koloni antara 30 – 300 koloni.
Untuk memperoleh jumlah koloni yang tepat, sampel yang akan dianalisa harus selalu diencerkan terlebih dahulu. Karena dalam penerapannya sangat sulit dilakukan pendugaan jumlah sel maka biasanya sangat penting untuk melakukan pengenceran lebih dari satu.
D. Alat dan Bahan
1. Alat : Vortex, petridish, Erlenmeyer , Dispo, incubator, autoklaf, mortar, Colini counter, Bunsen, Neraca Ohaus, dan Tabung reaksi.
2. Bahan : NaCL fisiologis, aquades steril, NA ( Nutrien Agar ), alcohol 70 % dan bahan makanan ( daging, ikan kaleng ,telur, ikan asin, ikan asap. ).










E. Prosedur Kerja
1. Mengambil bahan makanan yang akan di uji seberat 1 gram lalu masukkan ke dalam mortar steril dan menghaluskan, lalu mengambil bahan makanan yang sudah dihaluskan tadi sebanyak 1 gr kemudian memasukkannya kedalam larutan NaCL fisiologi steril sebanyak 10 ml, suspensi yang diperoleh dipindahkan kedalam tabung steril dan di vortex sampai homogen.




2. Dari suspensi yang tersedia diambil sebanyak 1 ml dengan menggunakan dispo dan mengencerkan menjadi 1 ; 10 dengan menambahkan NaCL fisiologi sebanyak 9 ml, selanjutnya dibuat pengenceran 1 : 100 , yaitu mengambil 1 ml dari hasil pengenceran sebelumnya ( 1 : 10 ) dan ditambahkan NaCL fisiologi sebanyak 9 ml. demikian seterusnya dibuat sampai pengenceran yang diinginkan.







3. Setelah itu dari masing – masing pengenceran di ambil suspense sebanyak 1 ml dan memindahkan kedalam cawan petri kemudian memasukkan media NA yang bersuhu ± 45 0C kemudian digerakkan perlahan – lahan agar suspense tersebut tercampur rata ke dalam media.





4. Selanjutnya menginkubasi dalam incubator dengan suhu 37 0C selama 1 x 24 jam dengan posisi cawan petri dalam keadaan terbaik.







5. Menghitung jumlah koloni yang terdapat di cawan petri kemudian hitung jumlah sel bakteri pada bahan makan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Koloni per ml / per gr = jumlah koloni percawan x 1
Factor pengenceran
F. Hasil Pengamatan


Cawan petri yang telah di inkubasi didalamnya terdapat mikroba.
Dari percobaan yang kami lakukan kami maendapatkan hasil :




PENGENCERAN JUMLAH KOLONI BENTUK PERMUKAAN BENTUK PINGGIR
10-1 40 Datar Agak Bergerigi & melengkung
10-2 20 Datar Agak Bergerigi & melengkung
10-3 13 Datar Melengkung
G. Pembahasan
Pada metode pour plate volume kultur sebanyak 0,1-1,0 ml diambil dan dimasukkan kedalam cawam petri steril. Kemudian ditambahkan media agar cair dan dilakukan pencampuran antara kultur dan media dengan memutar cawan petri secara pelan pada permukaan yang rata. Karena sampel dicampur dengan media agar cair maka volume kultur yang digunakan dapat lebih tinggi dibanding dengan metode spread plate.
Pada pengujian dengan metode pour plate, kultur/sampel mikroba yang digunakan harus dapat bertahan hidup pada saat media agar dengan suhu sekitar 45 0C ditambahkan. Didalam penggunaan metode spread plate dan pour plate sangat penting jika jumlah koloni yang tumbuh pada media agar tidak terlalu banyak, karena pada petri yang ditumbuhi koloni yang banyak, beberapa sel tidak dalam bentuk koloni tunggal sehingga dapat menimbulkan perhitungan yang salah. Jumlah koloni yang sangat sedikit juga tidak diharapkan karena secara statistik keakuratan hasil perhitungan jumlah koloni ini sangat rendah. Dalam penerapannya, secara statistik yang paling baik adalah menghitung jumlah koloni hanya jika pada media agar terdapat koloni antara 30 – 300 koloni. Untuk memperoleh jumlah koloni yang tepat, sampel yang akan dianalisa harus selalu diencerkan terlebih dahulu. Karena dalam penerapannya sangat sulit dilakukan pendugaan jumlah sel maka biasanya sangat penting untuk melakukan pengenceran lebih dari satu.
Untuk membuat pengenceran 10-1 maka kita dapat melakukan pencampuran antara 0.5 ml sampel dengan 4.5 ml larutan pengencer atau dengan pencampuran 1.0 ml sampel dengan 9.0 ml larutan pengencer. Untuk membuat pengenceran 10-2 maka kita dapat melakukan pengenceran 0.05 ml sampel dengan 4.95 larutan pengencer atau 0.1 sampel dengan 9.9 ml larutan pengencer atau sebagai alternatif pengenceran 10-2 dapat dibuat dengan melakukan pencampuran 1,0 sampel (yang diambil dari pengenceran 10-1) dengan 9,0 ml larutan pengencer, dan begitu seterusnya hingga didapatkan pengenceran yang diperkirakan dapat memberikan hasil antara 30-300 koloni. Jumlah koloni dalam sampel dapat dihitung sebagai berikut :
Koloni per ml / per gr = jumlah koloni percawan x 1
Factor pengenceran
Pada pengenceran 10-1 dengan jumlah 40 koloni dapat dihitung koloni dalam sampel yaitu :
40 x 1 = 400 koloni/ml
10-1

H. Kesimpulan
Jumlah koloni yang diperoleh dengan menggunakan metode ini tidak hanya bergantung pada jumlah inokulum tetapi juga kesesuaian media dan kondisi inkubasi yang digunakan dan juga bergantung pada lama waktu inkubasi. Sel yang ditumbuhkan pada media tidak seluruhnya akan tumbuh menjadi koloni pada tingkat yang sama, dan jika waktu inkubasi yang digunakan pendek maka jumlah koloni yang diperoleh mungkin lebih rendah dari jumlah maksimum koloni yang dapat terbentuk. Sebagai catatan sangat mungkin dua atau lebih sel dapat membentuk hanya satu koloni, sehingga untuk menggambarkan hasil yang didapatkan maka viable count lebih dinyatakan sebagai jumlah colony-forming unit dibanding dinyatakan sebagai jumlah viable cell (karena koloni yang terbentuk mungkin mengandung lebih dari satu sel mikroba)







I. Jawaban pertanyaan
1. kelebihan dan kekurangan dari metode pour plate

Kelebihan Kelemahan
 Hanya sel yang masih hidup yang dihitung
 Beberapa jenis mikroba dapat dihitung sekaligus
 Dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi mikroba  Hasil perhitungan tidak menunjukkan jumlah sel sebenarnya, karena beberapa sel yang berdekatan mungkin akan membentuk satu koloni
 Medium dan kondisi inkubasi yang berbeda mungkin menghasilkan nilai yang berbeda
 Mikroba yang ditumbuhkan harus dapat tumbuh pada medium padat dan membentuk koloni yang jelas
 Memerlukan persiapan dan waktu inkubasi relative lama sehingga pertumbuhan koloni dapat dihitung
2. Aturan-aturan dalam standar plate count (SPC)
- Jumlah Koloni 30—300 koloni
- Beberapa jumlah koloni yang bergabung dihitung satu koloni
- Gabungan satu garis tebal dihitung satu koloni
- Jika lebih kecil dari 30 koloni, pengenceran terendah yg dihitung
- Jika lebih besar dari 300 koloni, pengenceran tertinggi yg dihitung
- Jika antara 30-300 dari dua tingkat pengenceran dan perbandingan antara hasil tertinggi dan terendah dari pengenceran tsb lebih kecil atau = 2, dilaporkan rata-ratanya. Jika lebih besar dari 2 maka yang dilaporkan adalah hasil yang terkecil.









J. Daftar pustaka
GAUTHIER . M and BLAIS. B.W. 2005. CLOTH-BASED HYBRIDIZATION ARRAY SYSTEM FOR DETECTION OF TOXIN GENES ASSOCIATED WITH MAJOR FOODBORNE PATHOGENIC BACTERIA. Journal of Rapid Methods and Automation in Microbiology 13 (2005) 243–256. Blackwell Publishing
HSIN-YI PU and SHAW-JYE WU. 2005. A MICROTRAY-BASED AGGREGATION ASSAY FOR THE RAPID DETECTION OF POLYMERASE CHAIN REACTION AMPLICONS PRODUCED FROM BACTERIAL PATHOGENS. Journal of Rapid Methods and Automation in Microbiology 13 (2005) 257–268. Blackwell Publishing.
Irwin. P, et al. 2005. LUMINESCENT METHODS TO DETECT VIABLE AND TOTAL
Campylobacter jejuni IN GROUND BEEF. Journal of Rapid Methods and Automation in Microbiology 13 (2005) 57–70. Blackwell Publishing

















PRAKTIKUM VI
A. Judul Praktikum
PERHITUHGAN BAKTERI Coliform PADA AIR DENGAN METODE MOST PROBABLE NUMBER (MPN)
B. Tujuan Praktikum
Untuk mengetahui jumlah bakteri coliform pada air dengan menggunakan uji penduga metode most probable number (MPN).
C. Dasar Teori
Perhitungan jumlah suatu bakteri dapat melalui berbagai macam uji seperti uji kualitatif koliform yang secara lengkap terdiri dari tiga tahap yaitu uji penduga (uji kuantitatif, bisa dengan metode MPN), uji penguat dan uji pelengkap. Waktu, mutu sampel, biaya, tujuan analisis merupakan beberapa faktor penentu dalam uji kualitatif koliform. Bakteri koliform dapat dihitung dengan menggunakan metode cawan petri (metode perhitungan secara tidak langsung yang didasarkan pada anggapan bahwa setiap sel yang dapat hidup akan berkembang menjadi satu koloni yang merupakan suatu indeks bagi jumlah organisme yang dapat hidup yang terdapat pada sampel) seperti yang dilakukan pada percobaan ini.
Beratus-ratus spesies dapat menghuni bermacam-macam bagian tubuh kita, termasuk mulut, saluran pencernaan, dan kulit . Koliform merupakan kelompok bakteri yang digunakan sebagai indikator adanya polusi kotoran dan kondisi sanitasi yang tidak baik terhadap air, makanan dan produk-produk susu. Bakteri koliform dapat dibedakan atas dua kelompok yaitu koliform fekal (Escherchia coli) dan koliform non fekal (Enterobacter aerogenes). E. coli adalah bakteri koliform yang ada pada kotoran manusia, maka E. coli sering disebut sebagai koliform fekal. Pengukuran kuantitatif populasi mikroorganisme sangat diperlukan untuk berbagai macam penelaahan mikrobiologis. Berbagai macam cara dapat dilakukan untuk menghitung jumlah mikroorganisme, akan tetapi secara mendasar, ada dua cara yaitu secara langsung dan secara tidak langsung. Ada beberapa cara perhitungan secara langsung, antara lain adalah dengan membuat preparat dari austu bahan (preparat sederhana diwarnai atau tidak diwarnai) dan penggunaan ruang hitung (counting chamber). Sedangkan perhitungan cara tidak langsung hanya untuk mengetahui jumlah mikroorganisme pada suatu bahan yang masih hidup saja (viabel count). Dalam pelaksanaannya, ada beberapa cara yaitu : perhitungan pada cawan petri (total plate count / TPC), perhitungan melalui pengenceran, perhitungan jumlah terkecil atau terdekat (MPN methode), dan kalorimeter (cara kekeruhan atau turbidimetri).
Jumlah masing-masing cawan diamati setelah inkubasi, cawan yang dipilih untuk penghitungan koloni ialah yang mengandung antara 30 sampai 300 koloni, karena jumlah mikroorganisme dalam sampel tidak diketahui sebelumnya, maka untuk memperoleh sekurang-kurangnya satu cawan yang mengandung koloni dalam jumlah yang memenuhi syarat tersebut maka harus dilakukan sederetan pengenceran dan pencawanan. Jumlah organisme yang terdapat dalam sampel asal ditentukan dengan mengalikan jumlah koloni yang terbentuk dengan faktor pengenceran pada cawan yang bersangkutan. Metode perhitungan MPN sering digunakan dalam pengamatan untuk menghitung jumlah bakteri yang terdapat di dalam tanah seperti Nitrosomonas dan Nitrobacter. Kedua jenis bakteri ini memegang peranan penting dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman, sehubungan dengan kemampuannya dalam mengikat N2 dari udara dan mengubah amonium menjadi nitrat .
D. Alat dan Bahan
1. Tabung Reaksi
2. Tabung Durham
3. Pipet Volume
4. Cawan Petri
5. Aquadest
6. Kaldu nutrisi agar
7. Kapas
8. Sampel air (aquades, air kran, air limbah)
9. Laktosa Broth






E. Prosedur Kerja
1. Membuat pengenceran dari sampel yang akan diperiksa mulai dari pengenceran 10-1, 10-2, 10-3 atau 10-4, 10-5, 10-6.







2. Menyediakan 12 tabung reaksi, 3 tabung berisi 9 ml aquades steril, 9 tabung berisi 9 ml laktosa broth (LB).
3. Memasukan 1 ml sampel kedalam tabung pertama (isi aquades), kocok sampai homogen, hingga larutan dalam tabung pertama menjadi 10-1.
4. Mengambil 1 ml dari tabung pertama masukkan kedalam tabung kedua, mengocoknya sampai homogen, hingga konsentrasi larutan didalam tabung kedua menjadi 10-2, dan dibuat juga pengenceran 10-3.
5. Mengambil larutan dari tabung 10-1, sebanyak masing-masing 1 ml untuk 3 tabung (isi LB 9 ml) 10-1, kemudian mengambil larutan dari tabung 10-2, sebanyak masing-masing 1 ml untuk 3 tabung 10-2, juga untuk pengenceran 10-3.
6. Inkubasi dengan suhu 22-370 C selam 2 x 24 jam.









7. Menghitung jumlah tabung reaksi yang positif kemudian hitung nilai MPN dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
MPN Sampel = Nilai MPN tabel x 1
Faktor pengenceran di tengah

F. Hasil Pengamatan


Ket : warna kuning dan bergelembung = positif( + mengandung bakteri Coli form)
Warna hijau dan bergelembung = positif( + mengandung bakteri Coli form)
Pengenceran Hasil pengenceran 10 -1 Hasil pengenceran 10 -2 Hasil pengenceran 10 -3
10 -1 + + +
10 -2 + + +
10 -3 + + -

G.Pembahasan
Teknik most probable number (MPN) dilakukan dengan pengenceran. Suatu larutan yang mengandung mikroba diencerkan terus- menerus. Misalnya dengan larutan yang berisi 1.000 sel/mL, diencerkan 10 kali menjadi larutan yang berisi 100 sel/mL. Lalu diencerkan lagi 10 kali, sehingga jumlah sel adalah 10 sel/mL, dan diencerkan 10 kali lagi, sehingga hanya terdapat 1 sel/mL, dan diencerkan lagi 10 kali tinggal 0,1 sel/mL.
Metode MPN terdiri dari tiga tahap, yaitu uji pendugaan (presumtive test), uji konfirmasi (confirmed test), dan uji kelengkapan (completed test). Output metode MPN adalah nilai MPN. Nilai MPN adalah perkiraan jumlah unit tumbuh (growth unit) atau unit pembentuk–koloni (colony–forming unit) dalam sampel. Namun, pada umumnya, nilai MPN juga diartikan sebagai perkiraan jumlah individu bakteri. Satuan yang digunakan, umumnya per 100 mL atau per gram. Jadi misalnya terdapat nilai MPN 10/g dalam sebuah sampel air, artinya dalam sampel air tersebut diperkirakan setidaknya mengandung 10 coliform pada setiap gramnya. Makin kecil nilai MPN, maka air tersebut makin tinggi kualitasnya, dan makin layak minum.
Metode MPN memiliki limit kepercayaan 95 persen sehingga pada setiap nilai MPN, terdapat jangkauan nilai MPN terendah dan nilai MPN tertinggi (Krisna, 2005).Metode MPN terdiri dari tiga tahap, yaitu uji pendugaan (presumtive test), uji konfirmasi (confirmed test), dan uji kelengkapan (completed test). Dalam uji tahap pertama, keberadaan coliform masih dalam tingkat probabilitas rendah; masih dalam dugaan. Uji ini mendeteksi sifat fermentatif coliform dalam sampel. Prosedur perhitungan adalah dengan penumbuhan dalam agar. Sampel suspensi sel diinokulasi ke dalam media agar nutrien dan diinkubasi. Lantas jumlah koloni yang terbentuk dihitung. Satu koloni yang terbentuk dari satu sel, maka jumlah koloni menunjukkan jumlah sel dalam larutan asalnya. Prosedur ini hanya menghitung sel-sel yang hidup.
Bakteri coliform adalah golongan bakteri intestinal, yaitu hidup dalam saluran pencernaan manusia. Bakteri coliform adalah bakteri indikator keberadaan bakteri patogenik lain. Lebih tepatnya, sebenarnya, bakteri coliform fecal adalah bakteri indikator adanya pencemaran bakteri patogen. Penentuan coliform fecal menjadi indikator pencemaran dikarenakan jumlah koloninya pasti berkorelasi positif dengan keberadaan bakteri patogen. Selain itu, mendeteksi coliform jauh lebih murah, cepat, dan sederhana daripada mendeteksi bakteri patogenik lain.
Bakteri coliform merupakan parameter mikrobiologis terpenting bagi kualitas air minum. Kelompok bakteri coliform, antara lain Eschericia coli, Enterrobacter aerogenes, dan Citrobacter fruendii. Keberadaan bakteri di dalam air minum itu menunjukkan tingkat sanitasi rendah. Keberadaan bakteri ini juga menunjukkan adanya bakteri patogen lain, misalnya, Shigella, yang menyebabkan diare hingga muntahber . Salah satu anggota kelompok coliform adalah E.coli. Karena E.coli adalah bakteri coliform yang ada pada kotoran manusia, maka E.coli sering disebut sebagai coliform fekal. Pengujian coliform jauh lebih cepat jika dibandingkan dengan uji E.coli karena hanya memerlukan uji penduga yang merupakan tahap pertama uji E.coli.
Berdasarkan uji coba yang kami lakukan terhadap air got tenyata air got mengandung bakteri coliform hal ini di buktikan dengan adanya perubahan warna pada air yang telah dilakukan uji MPN . Mengenai metode MPN dari setiap pengenceran dimasukan 1ml masing – masing kedalam tabung yang berisi medium, diamana untuk setiap pengenceran digunakan 3 atau 5 seri tabung. Setelah inkubasi pada suhu dan waktu tertentu, dihitung jumlah tabung yang positif. Kriteria tabung positif atau ditandai dengan timbulnya kekeruhan atau gas pada tabung durham. Contohnya : suatu bahan pangan dilakukan pengenceran secra desimal, dari masing – masing pengenceran dimasukan 1 ml ke dalam tabung yang berisi Lactosa Broth dan tabung durham. Untuk setiap pengenceran digunakan tiga seri tabung, setelah inkubasi pada suhu dan waktu tertentu, dilihat dari tabung yang positif yaitu yang ditumbuhi mikroba yang dapat ditandai dengan terbentuknya gas didalam tabung durham misalnya pada gambar berikut ini :

10 -1 10-2 10-3





10-1 10-2 10-3
3 3 2
Keterangan ;
- Pada pengenceran 10-1, ketiga tabung menghasilkan pertumbuhan positif
- Pada pengenceran 10-2, ketiga tabung positif
- Pada pengenceran 10-3, dua tabung positif dan satu tabung negative
Berdasarkan percobaan diatas kombinasi yang didapat adalah kombinasi 3, 3,2 maka : kombinasi = 3, 3, 2
Nilai MPN dari table MPN 3 seri = 1,50
MPN mikroba = nilai MPN dari 1/ pengenceran tabung table yang tengah
= 1,50 x 1/10-2
= 1,5 x 102
H. Jawaban Pertanyaan
1. Keuntungan dan kelebihan dari metode MPN disbanding dengan metode yang lain dalam penentuan jumlah bakteri.

Kelebihan Kekurangan
• Cukup mudah untuk dilakukan
• Dapat menentukan jumlah spesifik mikrobia tertentu dengan menggunakan media yang sesuai
• Metode ini dipilih untuk menetukan densitas bakteri coliform fekal • Membutuhkan alat gelas dalam jumlah yang banyak
• Tidak dapat digunakan dalam pengamatan morfologi dari suatu mikroorganisme
2. Bagan langkah-langkah pengujian sampel dengan menggunakan metode MPN.
3 Tahapan uji MPN

1. Uji Penduga
10 -1 10-2 10-3





10-1 10-2 10-3

2. uji penguat






3. Uji Biokimia
 Uji gula-gula (glukosa, fruktosa, laktosa, maltosa)
 Uji IMViC (indol,methyl-red,voges-proskauer dan citrat) untuk:
Membedakan kel bakteri Enterobakteriaceae (Klebsiela, Enterobacter, Salmonella, E. Coli, Proteus, dll)
Contoh: E. Coli IMViC + + - -

















I. Kesimpulan
Perhitungan jumlah suatu bakteri dapat melalui berbagai macam uji seperti uji kualitatif koliform yang secara lengkap terdiri dari tiga tahap yaitu uji penduga (uji kuantitatif, bisa dengan metode MPN), uji penguat dan uji pelengkap. Waktu, mutu sampel, biaya, tujuan analisis merupakan beberapa faktor penentu dalam uji kualitatif coliform.
Jumlah masing-masing cawan diamati setelah inkubasi, cawan yang dipilih untuk penghitungan koloni ialah yang mengandung antara 30 sampai 300 koloni, karena jumlah mikroorganisme dalam sampel tidak diketahui sebelumnya, maka untuk memperoleh sekurang-kurangnya satu cawan yang mengandung koloni dalam jumlah yang memenuhi syarat tersebut maka harus dilakukan sederetan pengenceran dan pencawanan. Jumlah organisme yang terdapat dalam sampel asal ditentukan dengan mengalikan jumlah koloni yang terbentuk dengan faktor pengenceran pada cawan yang bersangkutan.
Metode MPN memiliki limit kepercayaan 95 persen sehingga pada setiap nilai MPN, terdapat jangkauan nilai MPN terendah dan nilai MPN tertinggi .Metode MPN terdiri dari tiga tahap, yaitu uji pendugaan (presumtive test), uji konfirmasi (confirmed test), dan uji kelengkapan (completed test). Dalam uji tahap pertama, keberadaan coliform masih dalam tingkat probabilitas rendah; masih dalam dugaan. Uji ini mendeteksi sifat fermentatif coliform dalam sampel. Prosedur perhitungan adalah dengan penumbuhan dalam agar. Sampel suspensi sel diinokulasi ke dalam media agar nutrien dan diinkubasi. Lantas jumlah koloni yang terbentuk dihitung. Satu koloni yang terbentuk dari satu sel, maka jumlah koloni menunjukkan jumlah sel dalam larutan asalnya. Prosedur ini hanya menghitung sel-sel yang hidup.









J. Daftar Pustaka
Alaerts, G. dan Santika, S.S., 1987. Metode Penelitian Air,
Penerbit Usaha Nasional, Surabaya
Copyright © 2009 SIDIK JARI • Corporate theme by StudioPress • Log in
Get a Blog • WordPress • Log in
Dwidjoseputro, D. 1993. Dasar-Dasar Mikrobiologi, Penerbit
Djambatan, Jakarta

























PRAKTIKUM VII
A. Judul Praktikum
UJI PENGUAT BAKTERI E. COLI PADA AIR DENGAN METODE MOST PROBABLE NUMBER ( MPN )
B. Tujuan
Untuk mengetahui Bakteri E. coli pada sampel air dengan menggunakan uji penguat metode most probable number.
C. Dasar Teori
Pada metode MPN ini digunakan medium cair didalam tabung reaksi, dimana perhitungann dilakukan berdasarkan jumlah tabung yang positif, yaitu yang ditumbuhi oleh mikroba setelah inkubasi pada suhu dan waktu tetentu. Pengamatan tabung yang positif dapat dilihat dengan mengamati timbulnya kekeruhan atau terbentuknya gas didalam tabung durham untuk mikroba pembentuk gas. Untuk setiap pengenceran pada umumnya digunakan 3 atau 5 seri tabung. Lebih banyak tabung yang digunakan menunjukkan ketelitian yang lebih tinggi tetapi alat gelas yang digunakan juga lebih banyak.
Cara melihat jumlah bakteri dapat ditentukan dengan rumus sbb :
Jumlah bakteri = Nilai MPN ( dari table ) x 1/pengenceran tabung yang ditengah.
Metode MPN biasanya digunakan untuk menghitung jumlah jasad renik didalam contoh yang berbentuk cair, meskipun dapat digunakan untuk contoh berbentuk padat dengan terlebih dahulu membuat suspensi 1:10 dari sampel. Grup mikroba yang dapat dihitung dengan metode MPN juga bervariasi tergantung dari medium yang digunakan untuk pertumbuhan.
Dalam metode MPN, dari setiap pengenceran dimasukkan 1 ml masing-masing ke dalam tabung yang berisi medium, dimana untuk setiap pengenceran digunakan tiga seri tabung. Setelah inkubasi pada suhu dan waktu tertentu dilakukan penghitungan jumlah tabung yang positif (ditandai dengan timbulnya kekeruhan). Misalnya pada pengenceran pertama ketiga tabung menghasilkan pertumbuhan positif, pada pengenceran dua tabung positif, pada pengenceran ketiga satu tabung positif dan pada pengenceran terakhir tidak ada tabung positif. Kombinasinya menjadi 3, 2, 1, 0 dan jika diambil dari tiga pengenceran pertama kombinasinya akan menjadi 3, 2, 1.
D. Alat dan Bahan
1. Cawan petri
2. Jarum ose
3. EMBA
E. Prosedur Kerja
1. Jarum ose diseterilkan terlebih dahulu






2. Mengambil sampel pada uji penduga yang positif.






3. Mengoreskan pada media EMBA dengan goresan sinambung.



4. Menginkubasi selama 24 jam pada suhu 37 derajat celcius.







5. Apabila koloni bakteri berwarna hijau metalik dinyatakan positif E. coli.

F. Hasil Pengamatan



Kami mengambil sample pada uji penduga yang positif dan menggoreskan pada media EMBA dengan goresan sinambung. Setelah diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC kami memperoleh koloni bakteri yang berwarna hijau metalik dari goresan tersebut. Sehinnga dinyatakan bahwa koloni bakteri tersebut positif E. coli
G. Pembahasan
Metode MPN memiliki limit kepercayaan 95 persen sehingga pada setiap nilai MPN, terdapat jangkauan nilai MPN terendah dan nilai MPN tertinggi (Krisna, 2005).Metode MPN terdiri dari tiga tahap, yaitu uji pendugaan (presumtive test), uji konfirmasi (confirmed test), dan uji kelengkapan (completed test). Dalam uji tahap pertama, keberadaan coliform masih dalam tingkat probabilitas rendah; masih dalam dugaan. Uji ini mendeteksi sifat fermentatif coliform dalam sampel. Prosedur perhitungan adalah dengan penumbuhan dalam agar. Sampel suspensi sel diinokulasi ke dalam media agar nutrien dan diinkubasi. Lantas jumlah koloni yang terbentuk dihitung. Satu koloni yang terbentuk dari satu sel, maka jumlah koloni menunjukkan jumlah sel dalam larutan asalnya. Prosedur ini hanya menghitung sel-sel yang hidup.
Bakteri coliform adalah golongan bakteri intestinal, yaitu hidup dalam saluran pencernaan manusia. Bakteri coliform adalah bakteri indikator keberadaan bakteri patogenik lain. Lebih tepatnya, sebenarnya, bakteri coliform fecal adalah bakteri indikator adanya pencemaran bakteri patogen. Penentuan coliform fecal menjadi indikator pencemaran dikarenakan jumlah koloninya pasti berkorelasi positif dengan keberadaan bakteri patogen. Selain itu, mendeteksi coliform jauh lebih murah, cepat, dan sederhana daripada mendeteksi bakteri patogenik lain.
Bakteri coliform merupakan parameter mikrobiologis terpenting bagi kualitas air minum. Kelompok bakteri coliform, antara lain Eschericia coli, Enterrobacter aerogenes, dan Citrobacter fruendii. Keberadaan bakteri di dalam air minum itu menunjukkan tingkat sanitasi rendah. Keberadaan bakteri ini juga menunjukkan adanya bakteri patogen lain, misalnya, Shigella, yang menyebabkan diare hingga muntahber . Salah satu anggota kelompok coliform adalah E.coli. Karena E.coli adalah bakteri coliform yang ada pada kotoran manusia, maka E.coli sering disebut sebagai coliform fekal. Pengujian coliform jauh lebih cepat jika dibandingkan dengan uji E.coli karena hanya memerlukan uji penduga yang merupakan tahap pertama uji E.coli.
Berdasarkan uji coba yang kami lakukan terhadap air got tenyata air got mengandung bakteri coliform hal ini di buktikan dengan adanya perubahan warna pada air yang telah dilakukan uji MPN.








10 -1 10-2 10-3






+ + + + + + + + -


Kami mengambil sample pada uji penduga yang positif dan menggoreskan pada media EMBA dengan goresan sinambung. Setelah diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC kami memperoleh koloni bakteri yang berwarna hijaumetalik dari goresan tersebut.
H. Jawaban Pertanyaan
1. Keuntungan dan kelebihan dari metode MPN disbanding dengan metode yang lain dalam penentuan jumlah bakteri.
Kelebihan Kekurangan
• Cukup mudah untuk dilakukan
• Dapat menentukan jumlah spesifik mikrobia tertentu dengan menggunakan media yang sesuai
• Metode ini dipilih untuk menetukan densitas bakteri coliform fekal • Membutuhkan alat gelas dalam jumlah yang banyak
• Tidak dapat digunakan dalam pengamatan morfologi dari suatu mikroorganisme

2. Bagan langkah-langkah pengujian sampel dengan menggunakan metode MPN.


3 Tahapan uji MPN
1. Uji Penduga
10-1 10-2 10-3
24 x1 /10-2
2,4 x 103 sel/ ml

10-1 10-2 10-3
3 3 3


2. Uji Penguat

3. Uji Biokimia
 Uji gula-gula (glukosa, fruktosa, laktosa, maltosa)
 Uji IMViC (indol,methyl-red,voges-proskauer dan citrat) untuk:
Membedakan kel bakteri Enterobakteriaceae (Klebsiela, Enterobacter, Salmonella, E. Coli, Proteus, dll)
Contoh: E. Coli IMViC + + - -
I. Kesimpulan
Hasil uji dugaan dilanjutkan dengan uji ketetapan. Dari tabung yang positif terbentukasam dan gas terutama pada masa inkubasi 1x 24 jam, suspensi ditanamkan pada media Eosin Methylen Biru Agar ( EMBA ) secara aseptik dengan menggunakan jaruminokulasi. Koloni bakteri Escherichia coli tumbuh ber-warna merah kehijauan dengan kilat metalik atau koloni berwarna merah muda dengan lendir untuk kelompok koliform lainnya.

























J. Daftar Pustaka
Alaerts, G. dan Santika, S.S., 1987. Metode Penelitian Air,
Penerbit Usaha Nasional, Surabaya
Copyright © 2009 SIDIK JARI • Corporate theme by StudioPress • Log in
Get a Blog • WordPress • Log in
Dwidjoseputro, D. 1993. Dasar-Dasar Mikrobiologi, Penerbit
Djambatan, Jakarta

























PRAKTIKUM VIII
A. Judul Praktikum
SENSITIVITAS BAKTERI (RESISTENSI BAKTERI)
B. Tujuan Praktikum
Untuk menentukan sensitivitas tidaknya suatu bakteri terhadap berbagai macam zat anti mikroba.
C. Dasar Teori
Telah diketahui bahwa ekstrak daun Psidium guajava L. mempunyai daya antidiare. Karena infeksi Salmonella typhimurium merupakan salah satu penyebab diare, maka perlu diuji kepekaan kuman ini terhadap ekstrak daun Psidium guajava L. Uji sensitivitas kuman dilakukan dengan metode pengenceran tabung (Tube Dilution Method). Kerapatan populasi bakteri diperoleh berdasarkan pengamatan kekeruhan dan pengukuran kerapatan optic (Optical Density) bakteri dengan spektrofotometer. Penelitian membuktikan adanya kepekaan kuman Salmonella typhimurium terhadap ekstrak daun Psidium guajava secara in vitro. Jumlah bakteri hidup yang ditunjukkan oleh pertumbuhan koloni menggambarkan penurunan yang cukup linier dari konsentrasi 200 mg/ml sampai 6,25 mg/ml. Ini menunjukkan bahwa daun Psidium guajava mengandung bahan aktif yang bersifat antibakteri terhadap Salmonella typhimurium. Kata kunci : Salmonella typhimurium, Psidium guajava , uji sensitivitas
Penyakit infeksi merupakan penyakit yang banyak diderita masyarakat Indonesia sejak dulu, diantaranya adalah infeksi usus (diare). Diare adalah suatu gejala klinis dari gangguan pencernaan (usus) yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya dan berulang-ulang yang
disertai adanya perubahan bentuk dan konsistensi feses menjadi lembek atau cair.
Salah satu faktor penyebab terjadinya diare antara lain karena infeksi kuman penyebab diare. Brooks et al (1996) telah menginventarisasi 12 jenis bakteri, yaitu: Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, Clostridium perferingens, Escherichia coli, Vibrio cholerae, Shigella sp., Salmonella sp.,
Clostridium difficile, Campylobacter jejuni, Yersinia enterolitica, Klebsiella pnemoniae, Vibrio haemolyticus. Namun menurut Dzulkarnain (1996) kasus diare di Indonesia lebih sering disebabkan oleh Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Vibrio cholerae, Salmonella sp., selain Shigella sp., dan
Campylobacter. Dari percobaan binatang yang diinfeksi dengan Salmonella typhimurium menunjukkan perubahan-perubahan pada cairan ileum, transport elektrolit dan terjadi perangsangan enzim adenil siklase dan peningkatan siklik AMP intraseluler sehingga menyebabkan sekresi cairan dan diare.
Pengobatan diare dilakukan dengan pengobatan simtomatik dan pengobatan kausatif. Untuk pengobatan kausatif kuman penyebabnya dimatikan dengan zat antibakteri. Hasil survei kesehatan rumah tangga antara lain menunjukkan bahwa penggunaan tumbuhan obat untuk mengobati diare pada anak Balita sebesar 4% (Anonim, 1992 dalam Winarno & Sundari, 1996). Tumbuhan obat tersebut menurut Lozoya et al (1994) antara lain adalah daun Psidium guajava L.
Penelitian tentang efek spasmolitik telah dilakukan oleh Morales et al. (1994), tentang penghambatan ileum pada marmut oleh Lozoya et al. (1994). Tampaknya daun Psidium guajava L. telah terbukti sebagai antidiare. Akan tetapi karena diare dapat disebabkan oleh infeksi kuman, apakah daun tersebut juga mampu untuk mematikan kuman penyebabnya. Ajizah (1998) telah membuktikan bahwa Enteropathogenic Escherichia coli dapat dihambat pertumbuhannya oleh ekstrak daun Psidium guajava L. Dipertanyakan apakah kemampuan ini juga berakibat terhadap pertumbuhan Salmonella typhimurium,
mengingat kedua kuman ini sama-sama tergolong dalam Enterobacteriaceae.
D. Alat dan Bahan
Cawan petri, pembakar bunsen, beaker glass, gelas ukur, gelas pengaduk, pinset, gunting, kertas cakram, incubator, penggaris, nutrient agar, aquades, bahan uji.
E. Prosedur Kerja
1. Inokulasi jenis bakteri yang akan diuji ke dalam cawan petri yang berisi media NA cair yang bersuhu ± 450C lalu diratakan agar suspensi tercampur rata dengan media NA.




2. Mengambil kertas cakram dengan pinset, kemudian celupkan pada bahan uji yang telah di sediakan.







3. Meletakkan kertas cakram yang te;ah direndam tadi pada lempeng agar sebanyak 3 buah dan perhatikan jarak antara cakram harus cukup jauh.

4. Lakukan inkubasi selama 24-48 jam dengan suhu 370C.
5. Mengamati pertumbuhan koloni pada lempeng agar, dengan mengukur diameter bagian yang tidak ditumbuhi bakteri disekitar kertas cakram.
6. Menentukan apakah jenis bkteri tersebut peka atau resisten.
F. Hasil Pengamatan

Hasil pengukuran kerapatan optik bakteri Salmonella typhimurium dengan spektrofotometer disetarakan terlebih dulu dengan jumlah mikroorganisme (CFU/ml) untuk memperoleh jumlah hitung bakteri hidup,semakin kecil konsentrasi, yang berarti semakin sedikit jumlah zat aktif yang terlarut di dalam ekstrak, semakin rendah kemampuan dalam menghambat pertumbuhan suatu bakteri.dan dari hasil pengamatan kami dengan menggunakan antibiotik amoxixilin kami tidak melihat adanya resistensi bakteri terhadap ekstrat tersebut , tapi hal ini dikarenakan kurang telitinya kami dalam melakukan praktikum karena kertas cakram yang akan kami funakan kami hanya merendamnya sesingkat mungkin jadi itu yang membuat bakteri tetap bisa menembus dinding antibiotik amoxixilin.
G. Pembahasan
Kelinieran nilai kerapatan optik bakteri terhadap konsentrasi ekstrak mengindikasikan bahwa keragaman variabel kerapatan optik bakteri disebabkan perubahan variabel konsentrasi perlakuan. Semakin tinggi konsentrasi semakin kecil kerapatan optik, yang berarti semakin sedikit jumlah bakteri yang mampu bertahan hidup. Ini menunjukkan bahwa dengan meningkatnya konsentrasi semakin besar kadar bahan aktif yang berfungsi sebagai antibakteri, sehingga kemampuannya dalam menghambat pertumbuhan bakteri juga semakin besar. Kemampuan suatu bahan antimikroba dalam meniadakan kemampuan hidup mikroorganisme tergantung pada konsentrasi bahan antimikroba itu . Artinya jumlah bahan antimikroba dalam suatu lingkungan kuman sangat menentukan kehidupan kuman yang terpapar.
Hal ini terlihat pada konsentrasi ekstrak bawah putih nilai kerapatan optik paling rendah (0%) .
Selain faktor konsentrasi, jenis bahan antimikroba juga menentukan kemampuan menghambat pertumbuhan kuman. Dalam penelitian ini diduga kepekaan bakteri Salmonella typhimurium karena adanya kandungan zat kimiawi dalam ekstrak daun Psidium guajava yang dapat bersifat antibakteri.
Daun Psidium guajava mengandung antara lain tanin, minyak atsiri, flavonoid, ursolic, oleanolic, karoten, vitamin B1, B2, B3, B6, dan vitamnin C serta resin, selain avicularin dan guaijaverin .Adanya minyak atsiri dalam kunyit diduga bersifat antibakteri. Minyak atsiri dapat menghambat pertumbuhan atau mematikan kuman dengan mengganggu proses terbentuknya membran dan/atau dinding sel;
membran atau dinding sel tidak terbentuk atau terbentuk tidak sempurna. Tanin mempunyai sifat sebagai pengelat berefek spasmolitik, yang menciutkan atau mengkerutkan usus sehingga gerak peristaltik usus berkurang. Akan tetapi, efek spasmolitik ini juga mungkin dapat mengkerutkan dinding sel atau membran sel sehingga mengganggu permeabilitas sel itu sendiri. Akibat terganggunya permeabilitas, sel tidak dapat melakukan aktivitas hidup sehingga pertumbuhannya terhambat atau bahkan mati.
Dengan demikian diduga penghambatan pertumbuhan Salmonella typhimurium juga mungkin oleh adanya kandungan alkaloid pada antibiotik amoxixilint . Flavonoid merupakan kelompok senyawa fenol terbesar di alam. Flavonoid dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus. Diduga penghambatan pertumbuhan Salmonella typhimurium juga karena ada efek fenolik dari flavonoid yang terdapat di dalam antibiotik amoxixilin. Senyawa avicularin dan guaijaverin, yaitu suatu glikosida dari quersetin juga diduga turut mempengaruhi penghambatan pertumbuhan Salmonella typhimurium, namun belum diketahui dengan pasti mekanismenya.
H. Jawaban Pertanyaan
1. Sensivitas bakteri adalah kepekaan kuman terhadap antibiotika dari bahan klinik.
I. Kesimpulan
Pertumbuhan Salmonella typhimurium secara in vitro dapat dihambat dengan ekstra kunyit dan pada antibiotik amoxixilin ternyata bakteri tidak resisten terhadap ekstrat tersebut hal ini di buktikan dengan masih adanya bakteri yang tumbuh disekitar ekstra tersebut.
J. Daftar Pustaka
Achmad SA. 1986. Kimia Organik Bahan Alam. Penerbit Karunika, Jakarta.
Ajizah A. 1998. Sensitivitas Enteropathogenic Escherichia coli terhadap Daun
Psidium guajava L. secara in Vitro. FKIP Unlam Banjarmasin (tidak
dipublikasikan).
Anonim, 1985. Cara Pembuatan Simplisia. Depkes RI. Jakarta.
Anonim, 1995. Farmakope Indonesia. Edisi ke-4. Departemen Kesehatan RI,
Jakarta
PRAKTIKUM IX
A. Judul Praktikum:
Pembuatan Sediaan Mikroskopik
B. Tujuan Praktikum :
Mempelajari cara menyiapkan sediaan mikroskopik dengan baik, sebagai prasyarat untuk berbagai pewarnaan.
C. Dasar Teori
Pewarnaan mikroba sangat bergantung pada sedian mikroskopik ini sehingga untuk melakukannya membutuhkan ketelitian dan juga pengalaman. Olesan yang dibuat jangan terlalu tebal atau tipis. Pada olesan – olesan yang tebal sel – sel bakteri akan bertumpuk – tumpuk sehingga sulit untuk menentukan bentuk sel secara individu. Olesan juga tidak boleh terlalu tipis karena dapat menyulitkan pengamatan secara mikroskopik. Jika menggunakan biakan yang berasal dari medium padat maka olesannya cenderung tebal sedangkan jika menggunakan biakan yang berasal dari medium cair maka olesannya cenderung tipis.
Selain pembuatan preparat oles hal lain yang dapat mempengaruhi pewarnaan mikroba adalah tempat untuk meletakkan olesan tadi ( kaca objek ). Yang perlu diperhatikan pada kaca objek ini adalah goresan yang terdapat pada permukaannya. Sebaiknya kaca objek yang digunakan tidak memiliki goresan dan juga harus dalam keadaan steril sehingga sebelum digunakan kaca objek harus dibersihkan dulu dengan menggunakan alkohol. Jika kaca objek tidak dalam keadaan steril maka akan menganggu proses pengamatan karena akan mikroba – mikroba yang terdapat pada kaca objek yang tidak bersih akan bercampur dengan mikroba yang akan diteliti sehingga pengamatan akan menjadi kacau.
Setelah proses pembuatan preparat oles selesai langkah selanjutnya adalah memfiksasi olesan tersebut diatas api dari pembakar Bunsen. Fiksasi perlu dilakukan karena berfungsi sebagai berikut :
1. Merekatkan sel mikroba pada gelas objek
2. Membunuh mikroba tanpa merusak struktur dan bentuknya
3. Mengubah afinitas ( daya ikat ) zat warna
4. Membuat sel – sel mikroba lebih kuat ( keras )
5. Melepaskan granuler ( butiran ) protein menjadi gugus reaktif ( NH3+) yang akan bereaksi dengan gugus OH- dari zat warna
6. Mencegah otolisi sel
7. Mempertinggi sifar reaktif gugus tertentu
D. Alat dan Bahan
Objek gelas, biakan bakteri muda (24-48 jam). Alcohol, kapas, jarum inokulasi, pipet tetes, pembakar Bunsen.
E. Prosedur kerja
1. Membersihkan objek gelas hingga bebas lemak dengan kapas beralkohol.






2. Meneteskan satu tetes aquades dengan menggunakan pipet tetes pada objek gelas tersebut.





3. Memijarkan jarum inokulasi dan dinginkan.





4. Mengambil biakan bakteri dengan jarum inokulasi tersebut, kemudian campurkan dengan tetesan aquades pada objek gelas, sebarkan suspense tersebut sehingga menjadi sediaan yang tipis dalam bentuk lingkaran kira-kira sebesar uang logam 25 rupiah.






5. Mengeringkan sediaan tersebut dengan melewatkan objek gelas bagian bawahnya diatas api sebanyak 3 kali, cara ini disebut fiksasi panas. Ada juga sediaan yang difiksasi dengan motif alcohol atau bahan kimia lain.


6. Mengunakan sediaan mkroskopik di atas untuk proses pewarnaan selanjutnya.

F. Hasil Pengamatan






Gambar di atas merupakan gambar dari media yang siap untuk dilakukan uji coba.
G. Pembahasan
Media mikroskopik adalah media yang digunakan untuk mendeteksi jenis bakteri dengan cara pewarnaan bakteri baik bakteri gram positif maupun gram negative bahkan digunakan juga untuk pewarnaan endospora.
Setelah media dibuat dan diseterilkan media siap untuk digunakan dalam percobaan pewarnaan gram dan pewarnaan endospora.
H. Jawaban Pertanyaan
Fiksasi Panas adalah suatu cara yang digunakan untuk menseterilkan media dengan cara melewatkan meletakkan sel pd gelas obyek tujuannya adalah untuk membunuh mikroba dan mikroba yang mati lebih mudah diwarnnai dan tidak merusak mikroba.

I. Kesimpulan
Pembuatan media mikroskopik dilakukan dengan cara fiksasi panas. Fiksasi Panas adalah suatu cara yang digunakan untuk menseterilkan media dengan cara melewatkan media di atas api yang membara. Dan tujuan dari fiksasi panas adalah untuk memetikan bakteri tanpa merusak bakteri tersebut.
Setelah media dipanaskan dengan cara fiksasi panas media siap dipakai untuk percobaan dalam pewarnaan gram dan pewarnaan endospora.

















J. Daftar Pustaka
Dwidjoseputro, D. 1993. Dasar-Dasar Mikrobiologi, Penerbit
Djambatan, Jakarta
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Gramedia. Jakarta.
K. Waluyo, Lud. 2005. Mikrobiologi Umum. UMM Press. Malang
Prescott, LM; John PH; Donald AK. 2002. Microbiology 5th edition. McGraw-Hill Company. New York.
Schlegel,H.G. dan Schmidt, K.1994. Mikrobiologi Umum. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta





















PRAKTIKUM X
A. Judul Praktikum:
PEWARNAAN GRAM
B. Tujuan Praktikum :
Mengetahui perbedaan bakteri gram positif dengan gram negatif
C. Dasar Teori
Bila suatu jenis bakteri dilihat dengan mikroskpop tanpa diwarnai, memang dapat dilihat, tetapi karena ukurannya kecil dan bening (tidak berwarna) maka sukar sekali untuk bisa dilihat dengan teliti. Agar dapat dilihat dengan jelas, supaya dapat dipelajari dengan sebaik-baiknya, maka sebelum dilihat bakteri harus diwarnai terlebih dahulu.
Salah satunya dengan pewarnaan gram.
Pewarnaan Gram atau metode Gram adalah salah satu teknik pewarnaan yang paling penting dan luas yang digunakan untuk mengidentifikasi bakteri. Dalam proses ini, olesan bakteri yang sudah terfiksasi dikenai larutan-larutan berikut : zat pewarna kristal violet, larutan yodium, larutan alkohol (bahan pemucat), dan zat pewarna tandingannya berupa zat warna safranin atau air fuchsin. Metode ini diberi nama berdasarkan penemunya, ilmuwan Denmark Hans Christian Gram (1853–1938) yang mengembangkan teknik ini pada tahun 1884 untuk membedakan antara pneumokokus dan bakteri Klebsiella pneumoniae. Bakteri yang terwarnai dengan metode ini dibagi menjadi dua kelompok, yaitu bakteri Gram Positif dan Bakteri Gram Negatif. Bakteri Gram positif akan mempertahankan zat pewarna kristal violet dan karenanya akan tampak berwarna ungu tua di bawah mikroskop. Adapun bakteri gram negatif akan kehilangan zat pewarna kristal violet setelah dicuci dengan alkohol, dan sewaktu diberi zat pewarna tandingannya yaitu dengan zat pewarna air fuchsin atau safranin akan tampak berwarna merah. Perbedaan warna ini disebabkan oleh perbedaan dalam struktur kimiawi dinding selnya.
Kandungan senyawa peptidoglikan pada dinding sel gram positif lebih tebal dibandingkan pada dinding gram negatif.
Tujuan dari pewarnaan yaitu:
 Mempermudah melihat bentuk jasad bakteri, ragi atau jamur.
 Memperjelas ukuran dan btk jasad
 Melihat struktur luar atau dalam
 Melihat reaksi jasad terhdp pewarnaan
D. Alat dan Bahan
1. Alkohol 96 %,
2. Aquades,
3. Lugol ( mordan ),
4. Ungu violet,
5. Dan safranin.
E. Prosedur Kerja
1. Menetesi sediaan dengan 2 – 3 tetes ungu violet, larutan zat warna harus menutupi seluruh permukaan sediaan dan membiarkannya selama 1 menit.

2. Membilas sediaan dengan air kemudain mengeringkan sediaan tersebut di udara atau dengan menggunakan kertas isap.






3. Menetesi dengan larutan lugol ( mordan ) dan membiarkan selama 2 menit, mencuci dengan air dan mengeringkannya.






4. Kemudian mencuci dengan larutan peluntur ( entanol 95 % ) selama ± 30 detik .





5. Memberi larutan cap penutup ( safranin ) selama 30 detik , mencuci dengan air lalu mengeringkannya di udara.














6. Mengamati sediaan dibawah mikroskop dengan menggunakan lensa objektif dengan perbesaran besar yang terlebih dulu menetesi sediaan dengan minyak imersi.




F. Hasil Pengamatan






Waktu pengamatan Warna bakteri/perbesaran Bentuk bakteri/perbesaran
22 april 2010 Bakteri berwarna merah keunguan hampir merah muda dengan menggunakan perbesaran 100x Berbentuk lonjong panjang (bacillus) yang terbentuk dengan jumlah cukup banyak dan intens tetapi terpisah-pisah seperti rantai yang panjang dengan menggunakan perbesaran 100x
G. Pembahasan
Metode pengecatan pertama kali ditemukan oleh Christian gram pada tahun 1884. Dengan metode ini, bakteri dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu bakteri gram positif dan gram negatif yang didasarkan dari reaksi atau sifat bakteri terhadap cat tersebut. Reaksi atau sifat bakteri tersebut ditentukan oleh komposisi dinding selnya sehingga pengecatan gram tidak bisa dilakukan pada mikroorganisme yang tidak mempunyai dinding sel seperti Mycoplasma sp. (Tryana, S.T, 2008).
Struktur bakteri terbagi menjadi dua yaitu:
1. Struktur dasar (dimiliki oleh hampir semua jenis bakteri)
Meliputi: dinding sel, membran plasma, sitoplasma, ribosom, DNA, dan granula penyimpanan
2. Struktur tambahan (dimiliki oleh jenis bakteri tertentu)
Meliputi kapsul, flagelum, pilus, fimbria, klorosom, Vakuola gas dan endospora
Pada prokariota umumnya, semua bakteri memiliki struktur sel yang relatif sederhana. Struktur bakteri yang paling penting adalah dinding sel. Bakteri dapat digolongkan menjadi dua kelompok yaitu :
1. Bakteri Gram positif memiliki dinding sel yang terdiri atas lapisan peptidoglikan yang tebal dan asam teichoic.
2. Bakteri Gram negatif memiliki lapisan luar, lipopolisakarida - terdiri atas membran dan lapisan peptidoglikan yang tipis terletak pada periplasma (di antara lapisan luar dan membran sitoplasmik).
Pada bakteri patogen (pembawa penyakit) biasanya terdapat kapsul atau lapisan lendir yang membantu pelekatan bakteri pada suatu permukaan dan biofilm formation. Bakteri juga memiliki kromosom, ribosom dan beberapa spesies lainnya memiliki granula makanan, vakuola gas dan magnetosom.
Berdasarkan bentuknya, bakteri dibagi menjadi tiga golongan besar, yaitu:
• Kokus (Coccus) adalah bakteri yang berbentuk bulat seperti bola, dan mempunyai beberapa variasi sebagai berikut:
o Mikrococcus, jika kecil dan tunggal
o Diplococcus, jka bergandanya dua-dua
o Tetracoccus, jika bergandengan empat dan membentuk bujursangkar
o Sarcina, jika bergerombol membentuk kubus
o Staphylococcus, jika bergerombol
o Streptococcus, jika bergandengan membentuk rantai
• Basil (Bacillus) adalah kelompok bakteri yang berbentuk batang atau silinder, dan mempunyai variasi sebagai berikut:
o Monobasil, jika hanya berbentuk satu batang
o Diplobacillus, jika bergandengan dua-dua
o Streptobacillus, jika bergandengan membentuk rantai
• Spiril (Spirilum) adalah bakteri yang berbentuk lengkung dan mempunyai variasi sebagai berikut:
o Vibrio, (bentuk koma), jika lengkung kurang dari setengah lingkaran
o Spiral, jika lengkung lebih dari setengah lingkaran
Pada praktikum kali ini, praktikan melakukan teknik pewarnaan gram yang ditujukan untuk mengetahui perbedaan bakteri gram positif dan gram negative. Yang menjadi bakteri sebagai bahan uji pada praktikum kali ini adalah bakteri Escherichia coli .
Pewarnaan gram ini menggunakan 4 macam pewarna dengan fungsi yang berbeda. Proses perwarnaan itu sendiri dilakukan dengan membersihkan gelas objek dan gelas penutup dengan alkohol 70% untuk sterilisasi agar tidak kontaminasi. Kemudian ditetesi aquades steril untuk meletakkan bakteri dan dibuat preparat apusan dari biakan miring agar mudah diamati dan difiksasi Sampel disuspensikan sampai homogen agar bakteri dapat menyebar di gelas objek dan tidak menumpuk. Kemudian difiksasi di atas api yang bertujuan untuk membunuh bakteri secara cepat dengan tidak merubah bentuk dan struktur bakteri, melekatkan bakteri di atas objek gelas dan meningkatkan sifat salinitas pewarna (Tortora, 2002).
Proses pewarnaan bakteri diawali dengan kristal violet dan didiamkan selama satu menit. pewarnaan dilakukan 1 menit agar cat ini dapat melekat sempurna pada dinding bakteri sehingga pengikatan warna oleh bakteri menjadi lebih kuat. Setelah perlakuan pewarnaan, preparat selalu dicuci dengan air mengalir dan dikeringanginkan atu dengan menggunakan kertas isap. Setelah itu ditetesi dengan lugol dan dibiarkan selama 2 menit, kemudian dicuci dan dikeringanginkan, setelah itu tetesi dengan larutan peluntur (etanol 95%) atu dapat menggunakan alcohol 75 %, tetes demi tetes. Hal ini dimaksudkan karena alkohol dapat membuat bakteri tidak berwarna dan berfungsi untuk melunturkan cat sebelumnya, dilakukan selama 30 detik agar cat dapat luntur secara sempurna dan tidak ada yang tersisa. dikeringanginkan bertujuan agar warna melekat pada bakteri dan segera kering sehingga bila diwarnai lagi warna sebelumnya tidak tercampur dengan warna yang baru. Kemudian dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 100 x agar dapat mengamati bentuk dan warna sel bakteri. Bakteri gram positif akan berwarna ungu, sedangkan bakteri gram negatif akan berwarna merah.
Sesuai dengan tujuan pewarnaan gram tersebut praktikan mendapatkan hasil :
Bakteri Escherichia coli setelah diwarnai menunjukkan warna keunguan yang hampir menyerupai merah muda. Berdasarkan literatur hal ini menandakan bahwa bakteri Escherichia coli merupakan bakteri dengan gram negatif karena gram negatif tidak mempertahankan zat warna metil ungu. Pewarna penimbal setelah diberikan metil ungu membuat semua bakteri gram negatif menjadi berwarna merah atau merah muda.
Karakter warna yang berbeda ini terjadi karena terdapatnya perbedaan struktur dinding sel masing-masing bakteri dan responnya terhadap sifat asam-basanya. Karena pada dasarnya pewarnaan ini melibatkan adanya ion antara komponen selular dari bakteri dengan senyawa aktif dari pewarna yang disebut kromogen. Terjadi ikatan ion karena adanya muatan listrik baik pada komponen seluler maupun pada pewarna. Berdasarkan adanya muatan ini maka dapat dibedakan pewarna asam dan pewarna basa.Pewarna asam dapat tejadi karena bila senyawa pewarna bermuatan negatif. Dalam kondisi pH mendekati netral dinding sel bakteri cenderung bermuatan negatif, sehingga pewarna asam yang bermuatan negatif akan ditolak oleh dinding sel, maka sel tidak berwarna. Sementara Pewarnaan basa bisa terjadi bila senyawa pewarna bersifat positif, sehingga akan diikat oleh dinding sel bakteri dan sel bakteri jadi terwarna dan terlihat.
Selain digunakan untuk mengelompokkan bakteri gram positif dan bakteri gram negatif , percobaan ini juga ditujukkan untuk mengamati morfologi, baik bentuk maupun susunan sel. Berdasarkan hasil pengamatan, didapat bahwa :
Bakteri Escherichia coli Berbentuk lonjong panjang (bacillus) yang terbentuk dengan jumlah cukup banyak dan intens tetapi terpisah-pisah seperti rantai yang panjang, sesuai dengan karakteritik Escherichia coli berdasarkan literatur yang berkarakter sebagai bakteri yang termasuk gram negatif dan berbentuk batang yang fermentatif (kenneath, 2008) Koloninya tersusun seperti rantai memanjang sama seperti yang terlihat di kaca preparat dengan pembesaran 100x.
Klasifikasi Escherichia coli.
Kingdom : Bakteria
Filum : Proteobacteria
Kelas : Gamma Proteobacteria
Order : Enterobacteriales
Famili : Enterobacteriaceae
Genus : Escheriachia
Spesies : E. coli
H. Jawaban Pertanyaan:
1.) Fiksasi : - meletakkan sel pd gelas obyek
-membunuh mikroba yg mati lbh mudah diwarnai
Peluntur warna : - Melunturkan warna yg sudah diwarnai agar menghslkan warna kontras dan membedakan kel mikroba(alkohol, KOH, HCl)
Subtrat : -Tergantung kand sel: KH, prot, lemak dan asam nukleat
-sel asidofilik, sel basidofilik dan sudanofilik.
Intensifikasi pewarnaan : - Mempercepat pewarnaan mikroba
- penambahan mordan
2.) 2 mekanisme pewarnaan mikroba yaitu:
a. Pewarnaan Sederhana: dengan satu warna
Ex: Metylin blue
b. Pewarnaan Bertingkat: dengan beberapa warna
Ex: Pewarnaan Gram, struktur sel,tahan asam

I. Kesimpulan
• Untuk mengelompokkan bakteri berdasarkan reaksinya terhadap warna dapat dilakukan dengan teknik pewarnaan yang disebut pewarnaan gram. Dengan pewarnaan gram bakteri dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu bakteri gram positif dan bakteri gram negatif. Teknik pewarnaan gram berproses pada kemampuan sel yang menahan (mengikat) warna ungu dari kristal violet selama proses dekolorisasi dengan alkohol. Bakteri gram positif tidak mengalami dekolorisasi karena tetap mengikat warna ungu kristal violet sehigga pada tahap akhir bakteri gram positif berwarna ungu seperti contohnya Staphlococcus aereus sedangkan bakteri gram negatif mengalami dekolorisasi oleh alkohol sehingga pada tahap akhir pewarnaan terwarnai menjadi kemerahan karena bakteri gram negatif tidak mempertahankan zat warna ungu kristal violet seperti contohnya Escherichia coli.
• Dengan pewarnaan gram ini juga dapat membedakan bentuk-bentuk bakteri. Ada yang berbentuk bola (coccus) dan ada juga yang berbentuk batang/ silinder (bacillus).
• -Dalam teknik pewarnaan gram ini dilakukan dengan melalui:
1. Pewarnaan primer menggunakan kristal violet.
2. Pengikatan warna dengan cara didiamkan.
3. Pencucian warna menggukan air.
4. Pewarna pengganti menggunakan larutan lugol.
5. pencucian dengan larutan peluntur (etanol 95%)
6. pemberian larutan penutup (safranin)



J. Daftar Pustaka
Pelczar J. Michael dan e.s.c Chan, 2006, dasar-dasar mikrobiologi, UIP : Jakarta
http://otetatsuya.wordpress.com/2008/12/24/efek-antibakteri-ekstrak-jahe-zingiber-officinale-roxb-dalam-menghambat- pertumbuhan-koloni-bakteri-escherichia-coli-dan-bacillus-subtilis/ , diakses pada tanggal 25 oktober 2009
http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20090426032325AA0leMk, diakses pada tanggal 25 oktober 2009
http://makul-rizki.blogspot.com/2008/02/materi-kuliah.html, diakses pada tanggal 25 oktober 2009
http://makul-rizki.blogspot.com/2008/02/materi-kuliah.html, diakses pada tanggal 27 oktober 2009
http://qi206.wordpress.com/2008/10/17/mikroumpewarnaan-gram/, diakses pada tanggal 27 oktober 2009


















PRAKTIKUM XI

A. Judul : PEWARNAAN ENDOSPORA
B. Tujuan Praktikum
Mengetahui adanya endospora pada bakteri
C. Dasar Teori
Endospora adalah bentuk istirahat (laten) dari beberapa jenis bakteri gram positif dan terbentuk didalam sel bakteri jika kondisi tidak menguntungkan bagi kehidupan bakteri. Endospora mengandung sedikit sitoplasma, materi genetik, dan ribosom. Dinding endospora yang tebal tersusun atas protein dan menyebabkan endospora tahan terhadap kekeringan, radiasi cahaya, suhu tinggi dan zat kimia. Jika kondisi lingkungan menguntungkan endospora akan tumbuh menjadi sel bakteri baru (mapok, 2008).
Anggota Bacillus adalah bakteri yang memproduksi endospora dalam siklus hidupnya. Endospora merupakan bentuk dorman dari sel vegetatif, sehingga metabolismenya bersifat inaktif dan mampu bertahan dalam tekanan fisik dan kimia seperti panas, kering, dingin, radiasi dan bahan kimia. Tujuan dilakukannya pewarnaan endospora adalah membedakan endospora dengan sel vegetatif, sehingga pembedaannya tampak jelas. Endospora tetap dapat dilihat di bawah mikroskop meskipun tanpa pewarnaan dan tampak sebagai bulatan transparan dan sangat refraktil. Namun jika dengan pewarnaan sederhana, endospora sulit dibedakan dengan badan inklusi (kedua-duanya transparan, sel vegetatif berwarna), sehingga diperlukan teknik pewarnaan endospora.
Endosopora tidak mudah diwarnai dengan zat pewarna pada umumnya, tetapi sekali diwarnai, zat warna tersebut akan sulit hilang. Hal inilah yang menjadi dasar dari metode pengecatan spora secara umum. Pada metode Schaeffer-Fulton yang banyak dipakai dalam pengecatan endospora, endospora diwarnai pertama dengan malachite green dengan proses pemanasan. Larutan ini merupakan pewarna yang kuat yang dapat berpenetrasi ke dalam endospora. Setelah perlakuan malachite green, biakan sel dicuci dengan air lalu ditutup dengan cat safranin. Teknik ini akan menghasilkan warna hijau pada endospora dan warna merah muda pada sel vegetatifnya .
D. Alat dan Bahan
1. Gelas objek,
2. Gelas penutup,
3. Akuades steril,
4. Lampu Bunsen,
5. Penangas air,
6. Mikroskop,
7. Jarum ose,
8. Biakan Bacillus sp
9. Pewarna malakit hijau,
10. Dan pewarna safranin.
E. Prosedur Kerja
1. Membuat sediaan mikroskopik seperti pada pewarnaan gram.






2. Menetesi sediaan tersebut pewarna malakit hijau. Memasukkan pewarna ini kedalam endospora di bantu dengan cara memanaskan preparat sediaan ini dengan melekatkan pada ram kawat di atas penangas air mendidih sampai timbul uap air. Pemanasan dapat juga langsung dilakukan di atas api Bunsen sampai beruap.



3. Pemanasan diatur supaya jangan sampai mendidih atau mengering. Selama pemanasan dapat ditambahkan beberapa tetes larutan pewarna untuk menjaga dari kekeringan.





4. Preparat ini harus terjaga dalam keadaan tergenang pewarnaan malakit hijau panas selama 10 menit.







5. Meletakkan preparat yang telah diwarnai tersebut di atas rak dan membiarkan sampai dingin.
6. Mencuci kelebihan pewarna dengan air mengalir dari botol semprot, kemudian dikeringkan.
7. Mengenangi preparat dengan pewarna safranin selam 1- 2 menit , mencuci dengan air mengalir seperti diatas kemudian dikeringkan.
8. Meniriskan kaca objek dan menyerapkan sisa air dari preparat dengan kertas hisap.
9. Mengamati struktur spora.Endospora akan tampak berwarna hijau sedangkan sel vegetatif berwarna merah.





F. Hasil Pengamatan
Waktu pengamatan Warna endospora/perbesaran Bentuk bakteri/perbesaran
22 april 2010 Spora Bakteri Bacillus sp berwarna hijau dan sel vegetatif berwarna merah dengan menggunakan perbesaran 100x Berbentuk batang (bacillus) yang terbentuk dengan jumlah cukup banyak dan intens tetapi terpisah-pisah seperti rantai yang panjang dengan menggunakan perbesaran 100x

G. Pembahasan
Bacillus sp smerupakan bakteri gram-positif yang berbentuk batang,dan secara alami sering ditemukan di tanah dan vegetasi. Bacillus sp tumbuh di berbagai mesophilic suhu berkisar 25-35 derajat Celsius. Bacillus juga telah berevolusi sehingga dapat hidup walaupun di bawah kondisi keras dan lebih cepat mendapatkan perlindungan terhadap stres situasi seperti kondisi pH rendah (asam), bersifat alkali, osmosa, atau oxidative kondisi, dan panas atau etanol Bakteri ini hanya memilikin satu molekul DNA yang berisi seperangkat set kromosom. DNAnya berukuran BP 4214814 (4,2 Mbp) (TIGR CMR). 4,100 kode gen protein. Beberapa keunggulan dari bakteri ini adalah mampu mensekresikan antibiotik dalam jumlah besar ke luar dari sel.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pewarnaan endospora diketahui bahwa endospora berwarna merah, dindingnya tebal dan dinding yang tebal ini digunakan untuk melindunginya dari kondisi kekeringan, cahaya, dan suhu yang tidak menguntungkan. Endospora tumbuh pada kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan, dan jika kondisi sudah stabil akan membentuk sel vegetatif.
Endospora merupakan fase istirahat (laten) dari beberapa jenis bakteri gram positif dan terbentuk didalam sel bakteri jika kondisi tidak menguntungkan bagi kehidupan bakteri. Endospora mengandung sedikit sitoplasma, materi genetik, dan ribosom. Dinding endospora yang tebal tersusun atas protein dan menyebabkan endospora tahan terhadap kekeringan, radiasi cahaya, suhu tinggi dan zat kimia. Jika kondisi lingkungan menguntungkan endospora akan tumbuh menjadi sel bakteri baru (edukasi, 2008)
Letak endospora yang berbeda diantara spesies bakteri dapat digunakan untuk identifikasi. Tipe utama diantara terminal, subterminal dan sentral. Tipe sentral atau tengah merupakan lokasi dari sel vegetatif yang letaknya tepat di tengah. Tipe terminal memiliki penngertian letak vegetatif diantara ujung dan pinggir dari sel vegetatif. Tipe subterminal berarti lokasi endosporanya diantara tengah dan pinggir dari sel vegetatif. Endospora dapat berukuran lebih besar ataupun kecil dari sel vegetatif yang terdiri dari lapisan protein yang terbuat dari keratin. Spora ini memiliki resistensi yang tinggi terhadap pewarnaan, prosedur pewarnaan dengan malakit hijau adalah dengan pemanasan. Endospora merupakan metode pertahanan hidup yang bukan bertujuan untuk reproduksi. Contohnya Bacillus subtilis memiliki endospora yang terletk di subterminal (Ncbi, 2008). Endospora berperan penting bagi kesehatan manusia dan dalam industri pangan. Hal ini disebabkan ketahanannya terhadap proses yang secara normal akan membunuh sel bakteri vegetatif, seperti proses pemanasan, pembekuan, pengeringan, penggunaan bahan kimia (disinfektan) dan radiasi. Kebanyakan sel vegetatif akan mati dengan temperatur di atas 70° Celsius, sedangkan endospora dapat bertahan hidup dalam air mendidih untuk beberapa jam atau lebih (Naim, 2008).
Lapisan paling luar dari spora yaitu eksosporium, bervariasi dalam ukuran di antara spesies bakteri pembentuk spora. Di bawah eksosporium terdapat coat. Kompleksitas dari struktur coat juga bervariasi di antara spesies. Coat akan melindungi korteks spora (spore cortex) dari kerusakan yang disebabkan oleh enzim-enzim yang bersifat melisis. Coat juga kemungkinan berfungsi sebagai pertahanan awal terhadap bahan-bahan kimia seperti agen oksidasi. Di bawah coat adalah outer forespore membrane. Membran ini merupakan membran fungsional dalam perkembangan forespore dan mungkin juga dalam perkembangan spora. Membran ini kemungkinan memiliki peran besar pada sifat impermeabilitas ekstrem dari spora terhadap molekul-molekul kecil. Komposisi protein dari membran ini berbeda dari komposisi protein pada inner forespore membrane. Di bawah outer forespore membrane merupakan korteks spora.
Korteks mengandung lapisan peptidoglikan yang tebal yang strukturnya mirip dengan peptidoglikan dinding sel vegetatif, tetapi memiliki beberapa perbedaan. Peptidoglikan korteks selalu mengandung diaminopimelic acid, sedangkan peptidoglikan dinding sel vegetatif mengandung lisin. Korteks spora merupakan struktur yang bertanggung jawab terhadap dehidrasi dari spore core dan resistensi spora. Di antara korteks dan inner forespore membrane terdapat germ cell wall. Strukturnya mungkin identik dengan yang terdapat pada sel vegetatif. Struktur selanjutnya adalah inner forespore membrane, merupakan barrier permeabilitas yang sangat kuat terhadap molekul hidrofilik dan molekul dengan berat molekul $> 150 (Naim, 2008).
Bagian sentral dari spora yang disebut dengan core mengandung materi genetik DNA, ribosom, enzim, dipicolinic acid, dan kation divalen seperti kalsium. Kandungan air pada core sangat rendah, bila pada sel vegetatif kandungan airnya 4 gram per gram berat kering, maka pada core hanya 0.4 sampai 1 gram per gram berat kering. Kandungan air yang rendah ini diduga memiliki peran utama bagi spora untuk bertahan hidup dalam keadaan dormant dan juga untuk resistensi spora terhadap sejumlah agen (Naim, 2008).
Endosopora tidak mudah diwarnai dengan zat pewarna pada umumnya, tetapi sekali diwarnai, zat warna tersebut akan sulit hilang. Hal inilah yang menjadi dasar dari metode pengecatan spora secara umum. Pada metode Schaeffer-Fulton yang banyak dipakai dalam pengecatan endospora, endospora diwarnai pertama dengan malachite green dengan proses pemanasan. Larutan ini merupakan pewarna yang kuat yang dapat berpenetrasi ke dalam endospora. Setelah perlakuan malachite green, biakan sel dicuci dengan air lalu ditutup dengan cat safranin. Teknik ini akan menghasilkan warna hijau pada endospora dan warna merah muda pada sel vegetatifnya .




H. Jawaban Pertanyaan
1. Lapisan bagian luar spora merupakan lapisan penahan yang baik terhadap bahan kimia, sehingga spora sulit diwarnai. Spora bakteri dapat diwarnai dengan cara dpanaskan. Pemanasan ini menyebabkan lapisan luar spora mengembang sehingga zat warna dapat masuk.
I. Kesimpulan
Endospora adalah bentuk istirahat (laten) dari beberapa jenis bakteri gram positif dan terbentuk didalam sel bakteri jika kondisi tidak menguntungkan bagi kehidupan bakteri. Endospora mengandung sedikit sitoplasma, materi genetik, dan ribosom. Dinding endospora yang tebal tersusun atas protein dan menyebabkan endospora tahan terhadap kekeringan, radiasi cahaya, suhu tinggi dan zat kimia. Jika kondisi lingkungan menguntungkan endospora akan tumbuh menjadi sel bakteri baru (mapok, 2008).
Bakteri Bacillus sp memiliki endospora. Endospora lebih tahan lama meski dalam keadaan linghkungan ekstrim seperti kering, panas, atau bahan kimia yang beracun. Selain itu, endospora juga lebih tahan terhadap pewarnaan. Sekali berhasil diwarnai, spora sangat sukar untuk melepaskan zat warna sehingga saat diberi warna dari safranin tetap berwarna hijau karena spora sudah mengikat malachite dan sulit mengikat warna yang diberikan kemudian.
Metode Schaeffer-Fulton yang banyak dipakai dalam pengecatan endospora. menghasilkan warna hijau pada endospora dan warna merah muda pada sel vegetatifnya .












J. Daftar Pustaka
Dwidjoseputro, D. 1993. Dasar-Dasar Mikrobiologi, Penerbit
Djambatan, Jakarta
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Gramedia. Jakarta.
Prescott, LM; John PH; Donald AK. 2002. Microbiology 5th edition. McGraw-Hill Company. New York.
Schlegel,H.G. dan Schmidt, K.1994. Mikrobiologi Umum. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta
Waluyo, Lud. 2005. Mikrobiologi Umum. UMM Press. Malang

1 komentar: